SAMADHI-BENAR
(Samma-Samadhi)
“ Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa
Salam Damai dan Cinta Kasih …"
SILA –> SAMADHI –> PANNA
TRITUNGGAL-JALAN-PEMBEBASAN
Ajaran
Sang Buddha sesungguhnya terangkum dalam: SILA, SAMADHI, dan PANNA.
Tritunggal-Pengetahuan inilah Jalan-Pembebasan, menuju berakhirnya
ratap-tangis, berakhirnya dukkha, akhir perjalanan samsara semua makhluk
alam semesta, merupakan satu-satunya jalan menuju “Nibbana”.
Ketiga-tiganya
ini adalah satu, artinya kita harus menempuh ketiganya, tidak bisa
salah satu diantaranya. Inilah mengapa SILA, SAMADHI, dan PANNA
merupakan “TRITUNGGAL”.
SILA
yang sempurna, akan menghasilkan Konsentrasi sempurna yang berguna bagi
pencapaian kesuksesan (samapati) SAMADHI, yaitu berupa empat Rupa-Jhana
dan empat Arupa-Jhana dan vipassanannana (pandangan-terang), dan
Samadhi-Sempurna ini akan menghasilkan pengetahuan tertinggi,
Kebijaksanaan-Sempurna; PANNA.
Melatih
Samadhi tujuan utamanya adalah mengembangkan sifat-sifat mulia dan demi
pembebasan dari samsara. Seseorang yang mempraktekkan Samadhi haruslah
mempunyai keteguhan hati (ajjhasaya), tidak mempunyai sifat kasar
serta tanpa ‘kehausan’ (kehausan akan keindriyaan).
Seorang
yogi harus memiliki SILA / moralitas yang sempurna tanpa noda. SILA ini
adalah ‘akar’ bagi kehidupan Samadhi yang benar. Dengan memiliki SILA
yang sempurna, batin seorang Yogi akan menjadi tenang dan damai. Ia
tidak akan mempunyai perasaan resah-gelisah, pikiran-pikiran yang kacau,
takut, dan lain-lain. Apalagi yang harus ditakuti bila kita telah
bertindak benar dan bajik? Tidak akan ada orang yang menghujat kita
karena kita menjadi seorang pembohong, tidak akan ada debt-collector
yang mengejar-ngejar kita karena kita melarikan sejumlah uang, dan ‘mimpi-buruk’ lainnya. Bagi seorang yang memegang teguh SILA, batinnya
akan jauh dari ketakutan-ketakutan tersebut. Bila seseorang tidak
memiliki SILA atau mengurangi SILA jangan pernah berharap ia akan
berhasil mencapai ‘kesuksesan’ dalam samadhinya.
Seorang
yogi yang telah memiliki sila yang sempurna dan belum mencapai tingkat
Arahat harus mempraktekkan vipassana-bhavana untuk mencapai pembebasan;
Arahat (catatan; tingkat kesucian Arahat hanya bisa dicapai dengan hidup
sebagai seorang petapa yang melepaskan keduniawian (dalam terminology
Buddhis disebut: ke-bhikkhu-an), sedang tiga tingkatan dibawahnya : Sotapanna, Sakadagami, Anagami,
bisa dicapai oleh ummat non-Bhikkhu. Saat seseorang mencapai Arahat,
tetapi tidak hidup mem-Bhikkhu, maka ia akan ‘meninggal’, karena batin
yang ‘halus’ menuntut tubuh / cara hidup yang halus pula).
Bila
seseorang yang baru menempuh ‘kehidupan’ Samadhi dan ingin
mempraktekkan ‘vipassana’ (Samadhi ‘pandangan-terangan’), maka ia
harus bisa mencapai ketenangan pertama (Jhana I). Kekuatan vipassana ini
dapat memotong hawa-nafsu dan segala bentuk kekotoran batin. Jika
seorang siswa / yogi belum mencapai Jhana I maka ia belum berhasil dalam
Samadhi, ini merupakan hukum mutlak.
Jalan Pembebasan
Ada dua ( 2 ) jalan menuju kesucian, yaitu :
1. Sukha-vipassako.
2.
Melalui pencapaian Jhana dari Jhana I hingga Jhana VIII kemudian turun
tahap demi tahap sampai Jhana I untuk kemudian masuk ke vipassana
bhavana.
Cara
yang kedua tersebut dipakai untuk membuktikan adanya ‘kesaktian’, atau
ditempuh oleh Yogi yang memang ingin mempunyai kesaktian.
Sukha
vipassako adalah ajaran khusus yang diberikan Sang Buddha bagi
orang-orang yang kesulitan mencapai Jhana yang disebabkan oleh karena
kurangnya atau tidak adanya jasa paramita dari orang tersebut pada
kehidupan yang lampau. Tidak semua orang bisa mencapai Jhana hingga
Jhana IV (empat Rupa-Jhana) apalagi hingga Jhana VIII (empat
Arupa-Jhana).
Sukha
vipassako adalah praktek yang mudah untuk menuju pembebasan dan seorang
yogi yang melaksanakan sukha-vipassako tidak tertarik pada ‘kesaktian’.
Seandainya ia mencapai Jhana, hanya Jhana I saja.
Dalam
mempraktekkan vipassana (pandangan terang), sukha-vipassako
menggunakan pencapaian ketenangan (Jhana-samapati) sebagai dasar untuk
mengetahui ketenangan yang muncul dalam batin atau dapat dikembangkan
menuju vipassana bila batin (citta) ini menuju Samadhi-tetangga (upacara-samadhi).
Hal mendasar yang perlu diketahui dalam praktek sukha-vipassako yaitu:
1. Menjaga sila dengan baik.
2. Melaksanakan ‘vipassana-samadhi’ dengan dasar Jhana pertama.
Orang yang melaksanakan Samadhi (baik sukha-vipassako maupun yang melalui proses Jhana hingga Jhana VIII)
harus berdisiplin tinggi sehingga ia akan mencapai Kebebasan. Seorang
yogi yang mempraktekkan sukha-vipassako akan mencapai kebebasan tanpa
‘kekuatan batin istimewa’. Ia hanya akan menjadi seorang Arahat, orang
yang telah sempurna.
Pada
kesempatan ini saya akan membahas Jhana-Jhana dan keistimewaan yang
dihasilkan olehnya, yaitu yang berupa ‘kekuatan-batin’ / kesaktian.
Enam ( 6 ) Kekuatan Batin ( Abhinna )
Enam
kekuatan batin ( abhinna ) merupakan dhamma yang istimewa, bagi para
yogi yang melatih diri secara khusus untuk memperolehnya. Lima kekuatan
batin yang pertama diperoleh dari hasil praktik ‘Rupa-Jhana’, yaitu
Jhana I hingga Jhana IV. Kelima kekuatan batin tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Iddhividdhi
: Berbagai jenis kekuatan batin , seperti : menciptakan diri sendiri
menjadi banyak dalam rupa yang sama dan merubah diri kembali dari banyak
menjadi satu, berjalan diatas air, berjalan di udara, melayang di
udara, melunakkan batu, mendatangkan hujan di daerah tandus / kemarau
panjang, menciptakan api, menciptakan sinar untuk melihat dalam gelap,
melihat jarak jauh siang maupun malam, menghangatkan cuaca di tempat
yang dingin, meringankan tubuh sehingga dapat mengikuti arus angin,
mendatangkan angin ditempat yang ‘kurang-angin’, melihat benda-benda
yang terhalang oleh sekat seperti tembok, melihat barang-barang yang
ditutupi dalam suatu tempat (penglihatan tembus ruang), dan
lain-lainnya.
2. Dibbasota: Mendengar suara dari jarak jauh, tidak terhalang batas ruang dan
waktu, termasuk mendengar suara-suara dari alam lain, baik alam surga
maupun neraka.
3. Cutupata Nana: Mengetahui kelahiran dan kematian semua makhluk hidup.
4. Cetopariya Nana: Dapat membaca pikiran / hati orang dan makhluk lain.
5. Pubbenivasanu-ssati : Mengingat kehidupan lampau.
Adapun
kekuatan batin yang keenam adalah kekuatan ‘pandangan-terang’ (vipassanannana), yaitu kemampuan mengikis habis kekotoran batin (asavakayanana).
KETEGUHAN HATI ( AJJHASAYA ) =
Seseorang
yang mempraktekkan Samadhi-Buddhis, menjadi seorang Yogi-Buddhis, harus
mempunyai “Keteguhan-Hati”, dan tidak boleh mempunyai sifat kasar,
tanpa ‘kehausan’ terhadap ‘keindriyaan’. Seperti yang sudah diterangkan
pada paragraph-paragraf awal/pendahuluan, seseorang harus memiliki SILA,
yang terawat sempurna dan tanpa-noda. Teguh dalam pengembangan Sila dan
Samadhi, inilah sikap-mental yang harus dijaga, dirawat, dikembangkan.
Kita tidak boleh tergoda oleh kesenangan-kesenangan indriya.
Setelah
anda bertekun dalam Sila dan Samadhi, anda tidak akan lagi melihat
keduniawian dengan penuh kemelekatan, kegiuran, karena, bagi anda, semua
hal keduniawian itu tidak berarti lagi. Ini akan terjadi secara
alamiah. Mengapa ? Karena anda telah menemukan yang lebih tinggi
daripada itu semua.
KETEGUHAN HATI DALAM TIGA PENGETAHUAN ( AJJHASAYA TEVIJJO ) =
Ketika seseorang Yogi telah mampu mencapai Jhana IV, ia akan memiliki keteguhan hati dalam tiga pengetahuan sebagai berikut :
1. Pubbenivasanussati nana ; mengetahui kelahirannya yang lampau.
2. Cutupapata nana ; mengetahui tumimbal lahir dari makhluk2 hidup, darimana sebelum dilahirkan dan akan terlahir dimana setelah kematiannya.
3. Asavakhaya nana, mengetahui jalan melenyapkan nafsu kekotoran batin.
Orang
yang memiliki tiga pengetahuan ini dapat melihat / mengetahui
sebab-musabab kehidupan yang lalu dan kehidupan yang akan datang dari
makhluk hidup. Ia mampu melihat sesosok makhluk ( baik itu manusia atau
bukan ) dulunya terlahir dimana sebagai apa, kemudian nanti ketika
meninggal akan terlahir dimana dan sebagai apa, seperti membuka dan
menutup benda –benda saja, mengetahui isi-isi benda tersebut.
Setelah
mengetahui dengan jelas tumimbal-lahir yang berulangkali terjadi
tersebut, maka timbul rasa bosan dan jenuh mengenai kelahiran dan
kematian yang berulang-ulang. Setelah memahami dan menyadari dan
memahaminya, maka ia akan berusaha berhenti dari kelahiran yang
berulang-ulang dan berusaha menuju pembebasan.
Seorang
Yogi yang memiliki tiga pengetahuan ini dapat mengetahui segala sesuatu
dengan alamiah / otomatis, karena ia dapat membuktikannya. Yogi
tersebut lebih suka membuktikan bukan HANYA-PERCAYA saja.
DISIPLIN DIRI UNTUK MENCAPAI TIGA PENGETAHUAN ( TEVIJJO )
Bagaimanakah
cara untuk mencapai tevijjo ? Berikut adalah langkah-langkah yang perlu
diambil untuk bisa memperoleh ‘tevijjo’ tersebut :
1.
Menjaga SILA dengan baik ( Bagi ummat perumah-tangga, maka PANCASILA
yang harus dijaganya, namun bisa dan alangkah lebih baik jika
meningkatkan disiplin dengan mendapatkan, menjaga dan merawat ATTHASILA (
Delapan Sila ). Bagi seorang Yogi Buddhis, prinsip “Lebih baik mati
daripada melanggar Sila” sangatlah dijunjung tinggi.
2.
Melatih Samadhi sampai memperoleh ketenangan dengan memakai objek
kasina ( salah satu dari sepuluh objek kasina. Kasina terdiri dari 10
simbol latihan pemusatan pikiran. Enam Kasina, yang cocok untuk Saddha
Carita, yaitu : Pathavi (tanah), apo (air), tejo (api), vayo (udara), akassa (angkasa), dan aloka (symbol-sinar). Empat Kasina, yang cocok bagi dosa carita, yaitu : Nila (biru kehijauan), pita (kuning), lohita (merah), dan odata (putih) ).
DIBBACAKKHU ( Mata-Dewa )
Untuk
dapat memiliki “Tiga-Pengetahuan” ( Tevijjo ), anda harus mempunyai
“Dibbacakkhu” / “Mata-Dewa”. Cara melatih dan memperoleh “Dibbacakkhu”
adalah dengan melatih tiga objek kasina :
1. Tejo Kasina ( Objek Api ), missal nyala lilin.
2. Alo Kasina ( Objek Sinar ), missal Matahari.
3. Odata Kasina ( Objek Warna Putih ).
Diantara ketiga objek ini, yang paling efektif adalah objek-sinar ( Alo-Kasina ), demikian menurut Kitab Visudhi Magga.
Bila kita sudah mahir melatih Dibbacakkhu dan Manomayiddhi (kekuatan
batin, bila seseorang telah mampu memisahkan batin dengan
tubuh/jasmani, dan batin dapat ‘diajak’ pergi kemana-mana (kealam-alam
lain). Manomayidhi ini termasuk salah satu abhinna pada seseorang yang
telah memiliki tiga pengetahuan (tevijjo). Bila seorang Yogi telah
mencapai Jhana keempat dalam meditasi dengan memakai salah satu objek
kasina, maka ia dapat mencapai Manomayiddhi seperti pencapaian
dibbacakkhu ) , akan memperoleh berbagai pengetahuan ( nana ) sebagai berikut :
1. Cutupata Nana : Mengetahui kehidupan dan kematian semua makhluk hidup sesuai dengan karmanya masing-masing.
2. Cetopariya Nana : Membaca pikiran orang lain dan makhluk-makhluk lain.
3. Pubbenivasa Nussati-
Nana : Kehidupan / tumimbal lahir yang lampau.
4. Atitansa Nana : Mengetahui masa yang lalu.
5. Anagatansa Nana : Mengetahui masa yang akan datang.
6. Paccuppannansa Nana : Mengetahui masa sekarang.
7.
Yathakammuta Nana : Dapat mengetahui sebab akibat karma suatu makhluk
baik itu manusia, dewa, Brahma, dan lain-lain. Karma apa yang
menyebabkan mereka bahagia dan menderita.
PATISAMBHIDAPPAPATTO
Seorang
Yogi yang telah sempurna pengetahuannya ( patisambhidappapatto ) jauh
lebih istimewa dari seorang yogi yang memiliki tevijjo. Keistimewaannya
adalah sebagai berikut :
1.
Dapat mengetahui sepenuhnya Dhamma yang sempurna. Pokok-pokok Dhamma
dapat diketahui dengan sempurna dan dapat menguraikannya seperti yang
diajarkan Sang Buddha, walaupun ia baru sehari saja menjadi pengikut
Sang Buddha, ia dapat mengetahui dan menguraikan Dhamma dengan sempurna.
Dalam kitab suci dinyatakan bahwa orang seperti ini setelah mendengar
ajaran Sang Buddha dengan langsung dapat mencapai tingkatan-tingkatan
kesucian, karena mengetahui / menyelami setiap bagian yang Sang Buddha
ajarkan.
2.
Mahir dalam menguraikan Dhamma, seorang yang telah mencapai
patisambhidappapato sanggup mengembangkan Dhamma yang Sang Buddha
ajarkan. Walaupun Dhamma itu singkat, ia mampu menguraikannya menjadi
panjang dan istimewa serta tidak mengubah isi ajaran tersebut. Ini akan
menyebabkan pendengarnya senang dan tidak merasa bosan.
3.
Pandai dalam merangkum Dhamma, seseorang yang telah mencapai
patisambhidappapatto dapat merangkum ajaran Sang Buddha dengan tidak
mengubah makna yang terdapat dalam Dhamma itu sendiri, rangkumannya
sangat menarik dan istimewa.
4.
Pandai dalam banyak bahasa. Selain dapat menggunakan bahasa manusia
juga dapat menggunakan bahasa binatang, Dewa, dan bahasa makhluk-makhluk
lainnya.
PATISAMBHIDANANA PATIPATTI
Patisambhidanana
merupakan vijja ( pengetahuan ) yang lebih istimewa dari tiga (3)
pengetahuan / ‘tevijjo’ dan enam (6) Abhinna. Untuk memperoleh
patisambhidanana harus mempraktekkan Samadhi dengan objek sepuluh ( 10 )
Kasina.
Untuk
mendapatkan keenam abhinna, Yogi hanya perlu mempraktekkan Samadhi
dengan objek kasina hingga Jhana IV saja. Sedangkan untuk mendapatkan
patisambhidanana ini bukan hanya tuntas empat ‘rupa-jhana’ saja, tapi
harus sampai empat ‘arupa-jhana’ atau sampai Jhana VIII. Keempat arupa
Jhana tersebut adalah :
1. Akasanancayatana : Kesadaran moral yang berada di “Ruang-yang-Tidak-Terbatas
2. Vinnanacayatana : Kesadaran moral yang berada di “Kesadaran-yang-Tidak Terbatas”
3. Akincannayatana : Kesadaran moral yang berada di “Kehampaan”
4. N’eva sanna ‘asannayatana : Kesadaran moral dimana “Tidak-ada-Pencerapan bukan pula Ada-Pencerapan “.
LIMA RINTANGAN BATIN ( PANCA-NIVARANA )
Ada
lima hal yang merintangi kemajuan samadhi seorang Yogi. Jika kita telah
memutuskan untuk menempuh kehidupan ‘samadhi’, demi kesuksesan
pencapaian kita, maka kita seyogyanya melenyapkan kelima hal yang
merintangi ini. Lima hal tersebut dikenal sebagai “Lima-Rintangan-Batin (
Panca-Nivarana ) “.
Lima
rintangan batin ( Panca Nivarana ) merupakan ‘AKUSALA-DHAMMA”, yaitu
Dhamma yang dapat melenyapkan Kusala Dhamma ( Dhamma yang Baik )
pencapaian tingkat Samadhi.
Lima rintangan batin ini adalah =
1.
Kamacchanda, yaitu nafsu-nafsu indriya, keinginan dan kegiuran terhadap
bentuk-bentuk ( tubuh, material ( rupa ) ), suara, bau-bauan, rasa,
sentuhan, dan bentuk-bentuk pikiran. Nafsu sexual, kesenangan pada
tontonan-tontonan ( seperti acara TV, pertunjukan musik, drama, tari,
dan lain-lain termasuk kamacchanda yang seyogyanya dilenyapkan. Jika
anda perumah-tangga dan sulit melenyapkan kamacchanda ini, sebaiknya
dilemahkan, dikurangi ‘kegiuran’nya ).
2.
Byapada, yaitu keinginan jahat atau itikad jahat / dendam. Jika kita
membawa dendam dari masa lampau, ini pun akan menghalangi kesuksesan
pencapaian samadhi kita. Dendam dan keinginan jahat akan selalu
menghalang-halangi pemusatan batin kita pada objek samadhi.
3.
Thinamiddha, yaitu kemalasan dan kelambanan. Seringkali kita malas
untuk bersamadhi, merasa lebih baik jalan-jalan ke mall, kumpul dengan
teman-teman, atau bercumbu dengan kekasih. Kemalasan, dan juga
kelambanan kita dalam mempraktekkan samadhi, juga merupakan penghalang
tercapainya pemusatan batin pada objek samadhi.
4.
Uddhaccakukkucca, yaitu kegelisahan atau kekhawatiran. Sering timbul
dalam batin kita perasaan gelisah dan khawatir ketika kita sedang
bersamadhi. Apalagi bila kita bersamadhi dalam ketiga tempat yang
dianjurkan oleh Sang Buddha = didalam hutan, dibawah pohon besar, atau
didalam rumah kosong yang sudah lama tidak ditempati. Maka akan timbul
perasaan takut, gelisah, khawatir, yang luar biasa hebatnya.
Perasaan-perasaan ini harus kita lenyapkan. Ini akan menghalangi
pemusatan batin kita pada objek samadhi.
5.
Vicikiccha, yaitu keragu-raguan. Pada tengah perjalanan kita sebagai
seorang Yogi, bila kita merasakan tidak menemukan kemajuan-kemajuan yang
berarti, terutama dalam pencapaian Jhana I hingga VIII, maka akan mulai
timbul keragu-raguan. Apakah aku mampu ? Apakah ini Jalan yang benar ?
Keragu-raguan ini merupakan bentuk halus dari kekotoran batin. Karena,
hasil dari keragu-raguan yang kuat, anda akan melepaskan kehidupan
samadhi anda dan anda akan menempuh jalan lain, atau paling parah anda
akan kembali lagi menempuh hidup keduniawian, tanpa seberkas kerohanian
sedikitpun.
Kelima
rintangan batin ini sesungguhnya merupakan ‘teman-teman’ dekat kita
selama rentang pengembaraan kita dalam samsara ini. Jhana akan mengatasi
nivarana sementara waktu dan jhana merupakan teman baru bagi kita.
Sifat teman baru ini sangat halus dan baik, bertentangan dengan teman
lama kita, panca nivarana. Sebagai umumnya teman dekat, ia akan berusaha
menghalang-halangi kedekatan kita dengan teman baru kita, Jhana.
Yang
menyebabkan kita tidak dapat mencapai ketenangan dan memegang objek
adalah karena kita selalu ingin ‘berjumpa’ dengan ‘teman-teman-lama’
kita tadi ; panca-nivarana. Hal ini merupakan corak hukum alam.
Bila
kita telah mencapai Jhana I maka kita harus rajin berlatih hingga
mahir, supaya batin tidak goyah, jangan mundur dalam melatih Jhana dari
latihan satu jam, dua jam, satu hari, dua hari, sampai dapat berlatih
selama tujuh hari, dengan demikian kita dapat memegang Jhana dengan
kuat.
PENCAPAIAN / KESUKSESAN SAMADHI ( SAMAPATI )
1. Kanika Samadhi
Artinya
adalah ‘sedikit-perhatian’. Seringkali seseorang yang praktek samadhi
dengan menggunakan salah satu objek, saat batin menjadi tenang,
tiba-tiba pikiran mengembara kesana-kemari, kadang-kadang mengkhayal,
tidak terlalu lama kemudian tenang kembali. Timbul rasa kegiuran
terhadap objek samadhi, timbul kebahagiaan, tapi ia akan mengkhayal
lagi, dan seterusnya. Kadang-kadang juga timbul rasa malas, singkatnya
batin belum mantap. Kualitas samadhi yang seperti inilah yang disebut
kanika-samadhi, bukan samapati, bukan merupakan suatu pencapaian
kesuksesan samadhi. Intinya, anda belum mencapai apapun dalam samadhi
anda.
2. Jhana
Jhana
berarti terpusatnya pikiran dengan objek. Kaitannya dengan samapati,
Jhana kesatu disebut Pathama-samapati, Jhana kedua disebut
Dutiya-Samapati, Jhana ketiga disebut Tatiya-Samapati, demikian
seterusnya sampai dengan Jhana VIII, yang disebut “Nevasannana
sannayatana samapati”.
MEMASUKI JHANA
Upacara Samadhi ( Meditasi Tetangga )
Setelah
perjuangan hebat kita, kita akan melalui masa-masa anda bergulat dalam
‘kanika-samadhi’. Kemudian anda mulai tenang, mulai bisa mencerap objek
samadhi, saat inilah anda mulai memasuki Upacara Samadhi.
Upacara
Samadhi ini disebut juga Upacara Jhana. Upacara Jhana adalah samadhi
yang sudah mantap karena mendekati Jhana Pertama. Dalam tingkat Upacara
Jhana ini seseorang sudah dapat memegang objek dalam waktu cukup lama,
batin tenang dan merupakan dasar untuk melatih dibbacakkhu ( mata-dewa
). Ciri-ciri Upacara samadhi adalah terdapatnya unsur-unsur berikut ini :
1.
Vitaka, yaitu saat dimana batin kita berusaha memegang objek meditasi.
Bila objek meditasi kita adalah napas, misalnya, maka kita dapat
memegang objek ini cukup lama dan pikiran tidak mengembara lagi kesana
dan kesini.
2.
Vicara, yaitu saat batin kita semakin dalam memegang / mencerap objek
meditasi. Biasanya disini muncul gambaran-gambaran batin ( nimitta )
dari objek meditasi kita. Nimitta berubah-ubah atau muncul warna yang
dapat menjadi besar atau kecil dan sebagainya tergantung dari nimitta
kita. Bagaimana bentuk nimitta itu, tinggi atau rendahnya gambaran
nimitta, batin tetap mengetahuinya, dan tidak terlepas dari kesadaran
meditasi. Pada saat kita mengetahui dalam kasina atau mengetahui napas
panjang dan napas pendek itulah yang disebut vitaka.
3.
Piti, atau kegiuran batin. Batin tergiur dalam kesenangan, kegembiraan,
batin kita merasa tenang dan menemukan kepuasan, seolah-olah batin
menjadi terang, tubuh terasa ringan dan gembira. Kadang-kadang kita
melihat warna yang muncul sepintas-sepintas atau kilat yang tidak begitu
lama. Tanda-tanda ‘piti’ ada lima (5) macam =
1. Bulu roma kita berdiri ( merinding )
2. Keluar air mata tanpa sebab.
3. Tubuh menjadi seperti bergoncang.
4. Tubuh seperti melayang-layang terangkat naik, bahkan kadang-kadang bisa benar-benar terbang / melayang.
5. Kadang-kadang tubuh serasa menjadi besar, kecil, tinggi dan tubuh terasa ‘kosong’.
Salah satu dari kelima tanda tersebut dapat menjadi ciri-ciri piti. Saat muncul piti, meditasi kita akan semakin mantap.
4.
Sukha, yaitu kebahagiaan yang dalam , kebahagiaan yang halus dan sukar
ditemukan dalam kehidupan biasa dan tidak menimbulkan penderitaan.
Kebahagiaan ini tidak disebabkan oleh sesuatu yang pernah kita alami,
seperti misalnya kenangan-kenangan bersama orang yang dicintai,
melainkan kebahagiaan tanpa penderitaan yang merupakan hasil dari
meditasi, hasil dari tenang dan damainya batin kita yang telah mencerap
objek samadhi dengan mantap.
Keempat hal diatas tersebut merupakan ciri bahwa kita telah mencapai ‘upacara-samadhi’.
Tingkat
upacara samadhi ini adalah tingkat sebelum kita memasuki Jhana pertama.
Dalam upacara-samadhi, kita hampir memasuki Jhana, telah tiba di pintu
gerbang Jhana. Namun ini belum bisa disebut Jhana, karena belum lengkap
untuk memenuhi syarat-syarat Jhana.
PATHAMA JHANA / PATHAMA SAMAPATI
Jhana I / Pathama-Jhana dapat kita ketahui dari tanda-tandanya sebagai berikut :
1.
Vitaka, berusaha memegang objek. Semisal objek kita adalah napas, maka
kita berusaha mencerap objek. Kita menyadari ‘ana’ dan ‘apana’;
‘nafas-masuk’ dan ‘nafas-keluar’.
2.
Vicara, telah memegang objek dengan kuat. Adalah saat kita telah
benar-benar memegang objek samadhi kita dengan kuat. Batin tidak lagi
lari kesana-kemari. Anda telah menyadari ‘nafas-yang-indah’. Saat ini
mulai muncul nimitta, atau ‘lambang’ dalam batin, berupa sinar-sinar,
dan lain-lain. Tapi lambang itu bukan hasil pikiran yang melamun, tetapi
karena kita semakin mantap berdiam dalam objek.
3.
Piti, kegiuran. Yaitu perasaan senang pada objek, tergiur untuk lebih
dalam mencerap objek. Batin kita tidak mau pergi kemana-mana, selain
mencerap objek.
4.
Sukha, kebahagiaan yang dalam. Ini adalah perasaan kebahagiaan yang
timbul dari ketiga langkah pertama. Setelah muncul kegiuran batin, akan
muncul kebahagiaan yang sangat dalam.
5.
Ekagatta, pikiran yang telah terpusat. Batin kita telah terpusat
sepenuhnya, mutlak, tidak bergeming sedetikpun dari objek samadhi kita.
Tidak ada lagi lamunan-lamunan, tidak lagi memikirkan posisi duduk
samadhi, kaki yang ngilu, punggung yang kaku, kejadian-kejadian di
kantor, di kampung, dan lain-lain hal diluar objek samadhi kita.
Pada
waktu memasuki Jhana Pertama kita masih dapat mendengar suara dari luar
tetapi tetap masih dapat memegang objek dengan mantap, tidak goyah.
Suara tersebut tidak dapat mengganggu meditasi sekalipun kita
mendengarnya, batin bekerja dengan wajar seperti biasa.
Bila
meditasi telah mencapai tingkat ini disebut telah mencapai Jhana I,
yang artinya telah dapat memegang objek dengan kuat dan tidak
terpengaruh suara-suara dari luar. Guru-guru meditasi menyatakan hal itu
berarti bahwa batin dan jasmani telah mulai dapat dipisahkan.
Kebiasaan
batin adalah menganalisa tubuh, misalnya pada waktu kita mendengar
suara, maka batin ini ingin mengetahui suara apakah itu dan dari manakah
suara itu. Pada tingkat Jhana I ini batin tidak ingin mengetahui tubuh,
tetapi batin menjadi diam, batin hanya memegang satu objek, inilah yang
disebut Jhana Pertama.
Kelima
tanda-tanda / ciri-ciri Jhana I tersebut diatas muncul bersama-sama
dalam pikiran atau batin kita, tetapi batin kita tetap dapat
menguasainya. Apa saja yangmuncul dari kelima ciri-ciri tersebut dapat
kita ketahui. Misal muncul vitaka, kita mengetahuinya sebagai vitaka,
muncul vicara, kita mengetahuinya sebagai vicara, dan seterusnya.
RINTANGAN JHANA PERTAMA
Rintangan
atau musuh yang berbahaya dalam Jhana pertama atau pathama samapati
adalah suara, bila seseorang yang praktek meditasi dapat memegang objek,
suara dari luar masih dapat didengar tetapi suara itu tidak dapat
mengganggu konsentrasinya, maka ia telah masuk Jhana Pertama.
Tetapi
kita jangan lupa, bahwa Jhana pertama ini adalah Jhana yang masih
rendah, yang baru tahap awal berhasil kita capai. Jhana pertama ini
mudah merosot atau hilang, bila batin kita dimabukkan oleh salah satu
nivarana. Bila kita dapat menghalau nivarana maka Jhana akan muncul
kembali.
Berkembang
dan merosotnya Jhana tergantung bagaimana kita menghadapi rintangan
batin (nivarana). Bila nivarana tidak muncul, maka batin menjadi sunyi
dan tenang, sebaliknya jika nivarana muncul, maka Jhana akan lenyap.
Keadaan
semacam ini juga berlaku bagi Jhana-jhana yang lain, yaitu dari Jhana
kedua hingga Jhana kedelapan. Bila nivarana itu muncul dalam salah satu
tingkat Jhana maka Jhana itu akan turun dan lenyap, oleh karena itu kita
harus senantiasa penuh perhatian (sati) bilamana nivarana itu muncul
dan menggoyahkan kemantapan samadhi kita.
DUTIYA JHANA / DUTIYA SAMAPATI
Jhana kedua ini memiliki tiga tanda-tanda sebagai berikut :
1. Piti, atau Kegiuran.
2. Sukha, atau Kegembiraan yang amat dalam.
3. Ekagatta, atau pikiran yang terpusat, batin seimbang.
Jhana
kedua ini lanjutan Jhana pertama. Dalam Jhana ini telah dihilangkan
vitaka dan vicara, yang ada hanyalah piti, sukha, dan ekagatta.
Seorang
yogi yang telah memasuki Jhana kedua tidak dapat lagi merenungkan
vitakka dan vicara. Bila ia masih dapat merenungkan vitakka dan vicara
berarti masih pada Jhana kesatu.
Beberapa
guru meditasi menyatakan untuk masuk Jhana kedua kita harus memotong
vitaka dan vicara, tapi ini teorinya. Prakteknya sepertinya
berbeda-beda, tergantung kemampuan masing-masing.
LENYAPNYA VITAKKA DAN VICARA
Menurut
para yogi yang telah berpraktek, lenyapnya vitakka dan vicara yang
benar bukanlah dilupakan atau tidak dipikirkan, tetapi yang memotong
adalah hasil praktek hingga mencapai dutiya Jhana. Jika vitakka dan
vicara ini lenyap tapi pikiran kita ‘mengembara’ kesana-kemari, itu
bukannya telah mencapai Jhana II, tapi justru kita telah turun dari
Jhana I ke ‘Kanika-Samadhi’,yaitu saat kita belum pula mencapai
‘upacara-samadhi’.
Para
guru meditasi mengatakan bahwa orang yang akan meditasi hendaknya
memilih salah satu objek. Objek itu sebagai batin kita agar batin kita
menjadi pulau bagi pikiran, supaya pikiran tidak kemana-mana. Seperti
melafalkan “ Bud – Dha “ disebut sebagai “PARIKAMMABHAVANA” (
pengembangan batin tingkat pendahuluan ), pada waktu melafalkan itu
batin kita diikat oleh lafal “Bud – Dha”, hal ini dinamakan : VITAKKA.
Bila batin kita mulai merenungkan lafal “Bud – Dha” yang kita ucapkan
itu sudah benar atau masih salah, sudah sesuaikah dengan yang diajarkan
Guru meditasi kita, maka hal ini disebut : VICARA.
Sedangkan
dutiya Jhana ini memotong vitakka dan vicara dari Jhana pertama secara
otomatis, sehingga yang ada adalah piti, sukha, dan ekagatta. Pikiran
jadi terpusat dan tidak lari kemana-mana, melainkan merasa piti, sukha,
dan menjaga objek dengan mantap. Jadi, objek meditasi masih tetap ada!
Bedanya, kita sudah tidak berusaha mencerap dan mencerap terus-menerus,
tapi sudah mantap tercerap dalam batin kita, sudah tidak ada usaha lagi.
Nafas akan terasa pelan sekali, halus dan jelas tidak lagi mendengar
suara dari luar, seperti sunyi kadang-kadang seseorang tidak lagi merasa
bernafas atau tidak memiliki nafas padahal ia masih bernafas. Itulah
ciri-ciri atau corak dari Jhana kedua.
RINTANGAN JHANA KEDUA ( DUTIYA JHANA )
Rintangan
dalam Jhana kedua adalah vitaka dan vicara. Pada saat batin kita dalam
samadhi tingkat dutiya Jhana itu, kadang2 kita merasa khawatir apakah
sudah masuk dutiya Jhana atau belum, dengan demikian batin akan turun
dan masuk Jhana kesatu yang masih merenungkan objek ( vicara ). Jangan
melepaskan perhatian ( sati ). Kita harus memegang dutiya Jhana dengan
mantap. Berlatihlah memegang Jhana dengan kuat hingga ahli betul.
HASIL DARI JHANA KEDUA
Semua
Jhana diatas merupakan hasil dari meditasi, menjadikan pikiran kita
memiliki sati sampajanna dengan sempurna. Disaat bekerja kita jadi
memiliki ingatan yang baik, tidak ada keragu-raguan lagi dalam batin,
merupakan objek yang terbaik untuk memeriksa saraf. Selain itu pada
waktu hampir meninggal dunia masih memiliki sati sampajanna yang baik
tidak akan merasa bingung.
Bila seorang Yogi meninggal didalam Jhana ia akan memperoleh hasil sebagai berikut :
1. Dutiya Jhana yang masih Kasar, bila meninggal dunia akan terlahir kembali dialam Brahma tingkat IV.
2. Dutiya Jhana menengah, bila meninggal dunia ia akan terlahir dialam Brahma tingkat V.
3. Dutiya Jhana yang halus / tinggi, bila meninggal dunia ia akan terlahir di alam Brahma tingkat VI.
Bila
dapat memegang objek dutiya Jhana itu maka akan dapat digunakan dalam
vipassana Jhana, dapat menghancurkan nafsu dengan lebih cepat dibanding
dengan Jhana pertama yang masih mudah ‘goyah’. Bila dikembangkan dapat
diharapkan menjadi seorang Brahmacari dalam kehidupan sekarang, tentunya
kalau memiliki semangat yang baik mempraktekkan ajaran Sang Buddha
dengan benar dan mempraktekkan Jalan-Tengah.
JHANA KETIGA ( TATIYA-JHANA / TATIYA SAMAPATI )
Ciri-ciri Jhana ketiga yaitu terdapatnya ( dan hanya terdapatnya ) faktor-faktor berikut ini :
1. Sukha, atau kegembiraan yang dalam tanpa kegiuran.
2. Ekagatta, pikiran yang terpusat kuat, batin dan jasmani dapat dibedakan.
Corak
Jhana ketiga ini adalah batin yang sudah melepaskan piti dari Jhana
kedua. Bila batin sudah masuk Jhana ketiga ini sudah tidak lagi
merasakan bulu roma berdiri, mengeluarkan air mata, tubuh terasa ringan,
tubuh bergoyang tetapi rasanya seperti diikat dengan kuat, seperti kayu
yang ditancapkan ke tanah dengan kuat dan tidak tergoyahkan. Kita harus
ahli dalam Jhana kedua, dengan tanpa merenungkan lagi.
Bila
kita masih mendengar suara dari luar dan terpengaruh maka kita belum
mencapai Jhana ketiga, melainkan masih dalam Jhana kesatu.
Dalam Jhana kedua suara hampir tidak kedengaran lagi, karena batin tidak menerima suara itu dan nafas terasa halus sekali.
Dalam
Jhana ketiga kita masih mengetahui nafas tapi nafas itu halus sekali
hampir tidak ada nafas, objek yang ada lebih mantap dari Jhana kedua.
Ciri-ciri seperti ini adalah ciri-ciri Jhana ketiga.
Setelah
kita berhasil sampai pada Jhana ketiga kita harus berlatih
terus-menerus sehingga menjadi ahli dalam keluar-masuknya Jhana.
RINTANGAN DALAM JHANA KETIGA
Kegiuran
pada objek (piti) adalah musuh yang berbahaya bagi Jhana ketiga, karena
pada Jhana ketiga piti ini harus sudah tidak ada. Bila kita masih
merasakan piti berarti batin turun pada Jhana kedua. Dalam Jhana ketiga
kita harus memegang sati-sampajanna dengan kuat, jangan sampai tergoyah
oleh Jhana lain karena hal ini membahayakan Jhana ketiga.
HASIL JHANA KETIGA
Bila
kita bisa memegang Jhana ketiga sampai saat kematian tubuh kita, kita
tidak akan lagi merasakan kebingungan, ingatan kita menjadi kuat, kita
tidak akan pernah lagi menjadi pelupa.
Kita
akan selalu bergembira setiap saat seakan tidak ada lagi penderitaan
dalam hidup kita, dan wajah kita akan senantiasa terlihat cerah. Sesudah
mati Jhana ini akan menolong kelahiran kembali di alam Brahma.
1. Jhana ketiga yang masih kasar, bila meninggal dunia akan terlahir kembali di alam Brahma tingkat tujuh.
2.
Jhana ketiga ‘tingkat-menengah’, yang semakin halus, bila kita
meninggal dunia akan bertumimbal lahir di alam Brahma tingkat delapan.
3. Jhana ketiga yang sudah halus, bila kita meninggal dunia akan terlahir kembali di alam Brahma tingkat sembilan.
Jhana
ketiga ini masih merupakan lokiya-Jhana, juga dapat digunakan untuk
vipassanannana. Jhana ketiga ini akan menjadi kekuatan dalam
vipassanannana untuk menghancurkan nafsu, dapat mencapai kesuksesan
tertinggi dalam hidup ini. Ini adalah hasil dari Jhana ketiga yang kita
terima baik dalam kehidupan sekarang maupun dalam kehidupan mendatang.
JHANA KEEMPAT ( CATUTTHA JHANA / CATUTTHA SAMAPATI )
Jhana keempat memiliki dua ciri, yaitu :
1. Ekagatta, batin yang terpusat penuh pada objek.
2.
Upekkha, Batin yang seimbang, tidak lagi goyah akan perasaan senang
tidak senang, suka dan dukkha, tidak resah, gelisah, tidak takut juga
tidak gembira yang meluap-luap.
CIRI-CIRI YOGI YANG MENCAPAI JHANA KEEMPAT
Bila
seseorang yang mempraktekkan meditasi telah mencapai Jhana keempat maka
akan muncul tanda-tanda yang dapat dirasakan sebagai berikut :
1.
Tidak lagi merasakan munculnya nafas seperti keadaan dalam Jhana-Jhana
lain. Dalam Jhana-jhana lain selain Jhana IV, nafas sangat halus (
semakin meningkat Jhana kita, semakin halus nafas kita ), tapi dalam
Jhana IV, nafas mutlak berhenti. Dalam Visudhi Magga dikatakan bahwa
tidak ada nafas, tetapi kadang-kadang para guru meditasi mengatakan
masih ada nafas hanya saja nafas itu sangat halus sehingga kita tidak
dapat merasakan adanya nafas. Dalam Visuddhi Magga dikatakan empat jenis
orang yang tanpa nafas :
a. Orang Mati.
b. Orang yang menyelam kedalam air ( tanpa bantuan alat pernapasan ).
c. Bayi yang Masih dalam kandungan.
d. Seorang Yogi yang telah masuk dalam Jhana IV.
Dalam
Jhana IV kita mutlak tidak bernapas. Bila kita merasakan telah tidak
bernapas, berarti kita telah masuk dalam Jhana IV. Pada saat memegang
objek dalam Jhana IV, seorang yogi tidak lagi merasakan munculnya napas.
Dalam keadaan seperti ini biasanya seorang Yogi pemula akan merasa
takut dan gelisah menyangka dirinya sudah mati karena tidak bernafas.
Kemudian ia akan mencari nafas. Bila kita mencari nafas maka kita akan
turun sedikit dari Jhana keempat kemudian kita akan merasakan nafas yang
sangat halus pada hidung kita.
2.
Bila kita masuk Jhana IV kita akan merasakan ketenangan yang amat dalam
yang tidak disebabkan dari luar, tanpa suara, dan lepas dari sukha,
telah memadamkan dukha tubuh (tidak merasa kesulitan lagi). Jhana IV ini
lebih tenang dari Jhana yang lain, merasa tanpa tubuh (kaya) artinya
batin seperti terpisah dengan tubuh, tetapi tetap mengetahui seandainya
tubuh ini digigit nyamuk, dimakan binatang atau bahkan tubuhnya
dihancurkan tetapi batin tetap pada Jhana keempat, kaya (tubuh) dan
citta (batin) telah sungguh-sungguh dipisahkan. Sesungguhnya napas masih
ada, tubuh ini masih bekerja sebagaimana mestinya, tubuh ini masih
dapat berjalan dan sebagainya, tetapi citta tidak lagi menanggapi
aktivitas tubuh ( segala rangsangan dari tubuh ).
RINTANGAN JHANA KEEMPAT
Rintangan
yang paling berbahaya bagi kemantapan samadhi kita dalam Jhana IV
adalah napas. Bila kita masih mengetahui atau merasa bernafas sewaktu
berada dalam Jhana keempat berarti kita sudah turun dari Jhana keempat.
Sebaiknya kita tidak perlu memperhatikan napas ada atau tidak ada.
HASIL JHANA KEEMPAT
Seorang
Yogi yang telah berhasil mencapai Jhana keempat dalam hidupnya akan
selalu berbahagia sepanjang hari. Bila ada problem dalam diri sendiri,
ia akan menyelesaikannya dengan cara yang aneh atau cara yang luar
biasa.
Bila kita memiliki Jhana IV kita akan memperoleh tiga ilmu, yaitu :
a. Enam Kekuatan batin ( Chalabhinna ).
b. Abhisembhidanana.
c. Patisambhidanana.
Bila
kita menghendakinya akan mudah untuk mencapainya. Jhana keempat ini
dapat dijadikan kekuatan dalam vipassanananna dan dapat untuk mengikis
habis kekotoran batin atau nafsu-nafsu paling lama dalam waktu tujuh
hari.
Bila
kita mengembangkan vipassanannana, kemudian memegang Jhana IV ini
dengan baik, sampai saat-saat kematiannya, akan terlahir di alam Brahma
tingkat ke-10 atau tingkat ke-11.
RUPA JHANA DAN ARUPA JHANA
Jhana-Jhana
tersebut diatas adalah RUPA-JHANA atau RUPA-SAMAPATI. Bila belum
mencapai Magga atau Phala, maka disebut LOKIYA-JHANA atau
LOKIYA-SAMAPATI. Bila kita mengembangkan vipassanannana sampai mencapai
kesuksesan ( dari tingkat sotapana sampai arahat ) disebut LOKUTTARA
JHANA atau LOKUTTARA SAMAPATI. Kata Lokuttara terdiri dari dua suku
kata, yaitu Loka ( dunia ) dan Uttara ( mengatasi, terbebas ). Jadi,
lokuttara berarti mengatasi/terbebas dari keduniawian, orang yang telah
mencapai lokuttaranana berarti orang yang telah terbebas dari/mengatasi
keduniawian.
Semua
itu merupakan RUPA-JHANA karena ada bentuk yang menjadi objek, sesuai
dengan namanya kesuksesan (samapati) maka dikatakan RUPA-SAMAPATI. Untuk
ARUPA-JHANA dapat dibagi menjadi empat, yaitu :
1. Akasanancayatana-Jhana, adalah keadaan dari konsepsi ruang tanpa batas.
2. Vinnananancayatana-Jhana, adalah keadaan dari konsepsi kesadaran-tanpa-batas.
3. Akincannayatana-Jhana, adalah keadaan dari konsepsi kekosongan.
4. Nevasannanasannayatana-Jhana adalah keadaan dari konsepsi pencerapan bukan pula tanpa-pencerapan.
Empat
macam Jhana ini disebut ARUPA-JHANA atau ARUPA-SAMAPATI karena
dikembangkan dengan tanpa bentuk atau RUPA. Maka Jhana atau samapati ada
delapan, yaitu empat Rupa-Jhana / Rupa-Samapati dan empat Arupa-Jhana /
Arupa-Samapati.
HASIL SAMAPATI :
1. NIRODHA SAMAPATI
Ini
merupakan kesuksesan yang sangat sulit diraih. Kita harus memiliki
waktu yang tepat untuk melaksanakannya, sebab untuk masuk berdiam dalam
nirodha-samapati paling sedikit selama tujuh (7) hari dan maksimal lima
belas (15) hari.
Siapa
saja yang memberikan dana pada seseorang yang telah keluar dari
Nirodha-Samapati, hasilnya akan diterima pada saat itu juga. Misalnya
yang berdana orang miskin, dalam waktu dekat akan menjadi orang kaya.
Bila yang berdana adalah seseorang yang sedang dalam kesulitan atau
mempunyai problem yang sulit dipecahkan, maka hari itu juga persoalan
atau kesulitan dapat dipecahkan/diselesaikan.
2. BALA SAMAPATI
Khusus
bagi orang suci dapat keluar dan masuk bala samapati setiap saat, tidak
memerlukan waktu yang lama, siapa saja yang berdana pada orang yang
baru keluar dari bala samapati akan hidup dengan lancar, artinya
memperoleh berkah dalam hidupnya.
Jhana
samapati, bagi orang yang berdana atau berbuat baik pada orang yang
baru keluar dari Jhana samapati, maka ia akan maju atau mendapat
kemajuan dalam hidupnya, tidak mengalamai kemunduran atau kemerosotan
dalam hidupnya yang sekarang.
KEKUATAN (BALA) KESUKSESESAN / PENCAPAIAN (SAMAPATI)
Bala
Samapati berati mencapai kesuksesan sesuai dengan hasil yang diterima
dalam kesuksesan. Bala Samapati ini hanya diperuntukkan khusus bagi
orang suci (ariya) dari tingkat sotapana sampai arahat. Bagi seorang
ariya yang belum mencapai delapan kesuksesan, ia tidak dapat masuk
berdiam dalam NIRODHA SAMAPATI. Tetapi ia dapat mencapai BALA SAMAPATI
sesuai dengan tingkat kesuciannya, tetapi bukan mencapai delapan
kesuksesan. Seorang Sotapana,Sakadagami, Anagami, Arahat, bila
masuk/mencapai Jhana tersebut dapat diakatakan masuk/mencapai Bala
Samapati.
Seorang yang bukan suci (ariya) bila mencapai / masuk Jhana atau samapati tersebut dikatakan masuk/mencapai Jhana saja.
Karena
tanpa mencapai hasil, kesucian (Magga, Phala), hasil yang diperoleh
orang-orang suci tidaklah sama dengan yang diperoleh orang biasa, yang
belum suci. Tetapi dilihat dari sifatnya (kesucian) tetap sama.
Sedangkan yang membedakan hanyalah antara “Yang-Ariya” dan bukan-Ariya.
NIRODHA SAMAPATI
Seorang
yang masuk/berdiam dalam Nirodha-Samapati adalah orang yang telah
mencapai kesucian ( Ariya-Puggala ) pada tingkat kesucian anagami atau arahat dan
ia harus memiliki delapan tingkatan samapati (kesuksesan) dalam lokiya
Jhana. Bagi orang yang telah mencapai tingkatan kesucian yang lebih
rendah dari anagami tidak dapat masuk/berdiam dalam nirodha samapati,
sekalipun telah mencapai delapan tingkatan samapati. Hal ini sudah
merupakan hukum alam. Seseorang yang telah mencapai kesucian dan yang
dapat masuk/berdiam dalam NIRODHA SAMAPATI adalah orang suci tingkat
ANAGAMI dan ARAHAT, tetapi yang tingkat kesuciannya lebih rendah dari
tingkat kesucian ANAGAMI adalah yang tidak dapat berdiam dalam Nirodha
Samapati.
Demikian
wacana Samadhi-Benar ini telah saya paparkan. Semoga membawa manfaat
bagi anda semua, yang tertarik melatih diri , menempa diri dalam
‘samadhi’.
SEMOGA SEMUA MAKHLUK BERBAHAGIA DAN TERBEBAS…
Salam Damai dan Cinta Kasih.