Wednesday, August 1, 2012

Samadhi Benar

SAMADHI-BENAR
(Samma-Samadhi)

“ Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa
Salam Damai dan Cinta Kasih …"

SILA –> SAMADHI –> PANNA
TRITUNGGAL-JALAN-PEMBEBASAN
Ajaran Sang Buddha sesungguhnya terangkum dalam: SILA, SAMADHI, dan PANNA. Tritunggal-Pengetahuan inilah Jalan-Pembebasan, menuju berakhirnya ratap-tangis, berakhirnya dukkha, akhir perjalanan samsara semua makhluk alam semesta, merupakan satu-satunya jalan menuju “Nibbana”.
Ketiga-tiganya ini adalah satu, artinya kita harus menempuh ketiganya, tidak bisa salah satu diantaranya. Inilah mengapa SILA, SAMADHI, dan PANNA merupakan “TRITUNGGAL”.
SILA yang sempurna, akan menghasilkan Konsentrasi sempurna yang berguna bagi pencapaian kesuksesan (samapati) SAMADHI, yaitu berupa empat Rupa-Jhana dan empat Arupa-Jhana dan vipassanannana (pandangan-terang), dan Samadhi-Sempurna ini akan menghasilkan pengetahuan tertinggi, Kebijaksanaan-Sempurna; PANNA.
Melatih Samadhi tujuan utamanya adalah mengembangkan sifat-sifat mulia dan demi pembebasan dari samsara. Seseorang yang mempraktekkan Samadhi haruslah mempunyai keteguhan hati (ajjhasaya), tidak mempunyai sifat kasar serta tanpa ‘kehausan’ (kehausan akan keindriyaan).
Seorang yogi harus memiliki SILA / moralitas yang sempurna tanpa noda. SILA ini adalah ‘akar’ bagi kehidupan Samadhi yang benar. Dengan memiliki SILA yang sempurna, batin seorang Yogi akan menjadi tenang dan damai. Ia tidak akan mempunyai perasaan resah-gelisah, pikiran-pikiran yang kacau, takut, dan lain-lain. Apalagi yang harus ditakuti bila kita telah bertindak benar dan bajik? Tidak akan ada orang yang menghujat kita karena kita menjadi seorang pembohong, tidak akan ada debt-collector yang mengejar-ngejar kita karena kita melarikan sejumlah uang, dan ‘mimpi-buruk’ lainnya. Bagi seorang yang memegang teguh SILA, batinnya akan jauh dari ketakutan-ketakutan tersebut. Bila seseorang tidak memiliki SILA atau mengurangi SILA jangan pernah berharap ia akan berhasil mencapai ‘kesuksesan’ dalam samadhinya.
Seorang yogi yang telah memiliki sila yang sempurna dan belum mencapai tingkat Arahat harus mempraktekkan vipassana-bhavana untuk mencapai pembebasan; Arahat (catatan; tingkat kesucian Arahat hanya bisa dicapai dengan hidup sebagai seorang petapa yang melepaskan keduniawian (dalam terminology Buddhis disebut: ke-bhikkhu-an), sedang tiga tingkatan dibawahnya : Sotapanna, Sakadagami, Anagami, bisa dicapai oleh ummat non-Bhikkhu. Saat seseorang mencapai Arahat, tetapi tidak hidup mem-Bhikkhu, maka ia akan ‘meninggal’, karena batin yang ‘halus’ menuntut tubuh / cara hidup yang halus pula).
Bila seseorang yang baru menempuh ‘kehidupan’ Samadhi dan ingin mempraktekkan ‘vipassana’ (Samadhi ‘pandangan-terangan’), maka ia harus bisa mencapai ketenangan pertama (Jhana I). Kekuatan vipassana ini dapat memotong hawa-nafsu dan segala bentuk kekotoran batin. Jika seorang siswa / yogi belum mencapai Jhana I maka ia belum berhasil dalam Samadhi, ini merupakan hukum mutlak.

Jalan Pembebasan
Ada dua ( 2 ) jalan menuju kesucian, yaitu :
1. Sukha-vipassako.
2. Melalui pencapaian Jhana dari Jhana I hingga Jhana VIII kemudian turun tahap demi tahap sampai Jhana I untuk kemudian masuk ke vipassana bhavana.
Cara yang kedua tersebut dipakai untuk membuktikan adanya ‘kesaktian’, atau ditempuh oleh Yogi yang memang ingin mempunyai kesaktian.
Sukha vipassako adalah ajaran khusus yang diberikan Sang Buddha bagi orang-orang yang kesulitan mencapai Jhana yang disebabkan oleh karena kurangnya atau tidak adanya jasa paramita dari orang tersebut pada kehidupan yang lampau. Tidak semua orang bisa mencapai Jhana hingga Jhana IV (empat Rupa-Jhana) apalagi hingga Jhana VIII (empat Arupa-Jhana).
Sukha vipassako adalah praktek yang mudah untuk menuju pembebasan dan seorang yogi yang melaksanakan sukha-vipassako tidak tertarik pada ‘kesaktian’. Seandainya ia mencapai Jhana, hanya Jhana I saja.
Dalam mempraktekkan vipassana (pandangan terang), sukha-vipassako menggunakan pencapaian ketenangan (Jhana-samapati) sebagai dasar untuk mengetahui ketenangan yang muncul dalam batin atau dapat dikembangkan menuju vipassana bila batin (citta) ini menuju Samadhi-tetangga (upacara-samadhi).
Hal mendasar yang perlu diketahui dalam praktek sukha-vipassako yaitu:
1. Menjaga sila dengan baik.
2. Melaksanakan ‘vipassana-samadhi’ dengan dasar Jhana pertama.
Orang yang melaksanakan Samadhi (baik sukha-vipassako maupun yang melalui proses Jhana hingga Jhana VIII) harus berdisiplin tinggi sehingga ia akan mencapai Kebebasan. Seorang yogi yang mempraktekkan sukha-vipassako akan mencapai kebebasan tanpa ‘kekuatan batin istimewa’. Ia hanya akan menjadi seorang Arahat, orang yang telah sempurna.
Pada kesempatan ini saya akan membahas Jhana-Jhana dan keistimewaan yang dihasilkan olehnya, yaitu yang berupa ‘kekuatan-batin’ / kesaktian.

Enam ( 6 ) Kekuatan Batin ( Abhinna )
Enam kekuatan batin ( abhinna ) merupakan dhamma yang istimewa, bagi para yogi yang melatih diri secara khusus untuk memperolehnya. Lima kekuatan batin yang pertama diperoleh dari hasil praktik ‘Rupa-Jhana’, yaitu Jhana I hingga Jhana IV. Kelima kekuatan batin tersebut adalah sebagai berikut :
1. Iddhividdhi : Berbagai jenis kekuatan batin , seperti : menciptakan diri sendiri menjadi banyak dalam rupa yang sama dan merubah diri kembali dari banyak menjadi satu, berjalan diatas air, berjalan di udara, melayang di udara, melunakkan batu, mendatangkan hujan di daerah tandus / kemarau panjang, menciptakan api, menciptakan sinar untuk melihat dalam gelap, melihat jarak jauh siang maupun malam, menghangatkan cuaca di tempat yang dingin, meringankan tubuh sehingga dapat mengikuti arus angin, mendatangkan angin ditempat yang ‘kurang-angin’, melihat benda-benda yang terhalang oleh sekat seperti tembok, melihat barang-barang yang ditutupi dalam suatu tempat (penglihatan tembus ruang), dan lain-lainnya.
2. Dibbasota: Mendengar suara dari jarak jauh, tidak terhalang batas ruang dan waktu, termasuk mendengar suara-suara dari alam lain, baik alam surga maupun neraka.
3. Cutupata Nana: Mengetahui kelahiran dan kematian semua makhluk hidup.
4. Cetopariya Nana: Dapat membaca pikiran / hati orang dan makhluk lain.
5. Pubbenivasanu-ssati : Mengingat kehidupan lampau.
Adapun kekuatan batin yang keenam adalah kekuatan ‘pandangan-terang’ (vipassanannana), yaitu kemampuan mengikis habis kekotoran batin (asavakayanana).

KETEGUHAN HATI ( AJJHASAYA ) =
Seseorang yang mempraktekkan Samadhi-Buddhis, menjadi seorang Yogi-Buddhis, harus mempunyai “Keteguhan-Hati”, dan tidak boleh mempunyai sifat kasar, tanpa ‘kehausan’ terhadap ‘keindriyaan’. Seperti yang sudah diterangkan pada paragraph-paragraf awal/pendahuluan, seseorang harus memiliki SILA, yang terawat sempurna dan tanpa-noda. Teguh dalam pengembangan Sila dan Samadhi, inilah sikap-mental yang harus dijaga, dirawat, dikembangkan. Kita tidak boleh tergoda oleh kesenangan-kesenangan indriya.
Setelah anda bertekun dalam Sila dan Samadhi, anda tidak akan lagi melihat keduniawian dengan penuh kemelekatan, kegiuran, karena, bagi anda, semua hal keduniawian itu tidak berarti lagi. Ini akan terjadi secara alamiah. Mengapa ? Karena anda telah menemukan yang lebih tinggi daripada itu semua.

KETEGUHAN HATI DALAM TIGA PENGETAHUAN ( AJJHASAYA TEVIJJO ) =
Ketika seseorang Yogi telah mampu mencapai Jhana IV, ia akan memiliki keteguhan hati dalam tiga pengetahuan sebagai berikut :
1. Pubbenivasanussati nana ; mengetahui kelahirannya yang lampau.
2. Cutupapata nana ; mengetahui tumimbal lahir dari makhluk2 hidup, darimana sebelum dilahirkan dan akan terlahir dimana setelah kematiannya.
3. Asavakhaya nana, mengetahui jalan melenyapkan nafsu kekotoran batin.
Orang yang memiliki tiga pengetahuan ini dapat melihat / mengetahui sebab-musabab kehidupan yang lalu dan kehidupan yang akan datang dari makhluk hidup. Ia mampu melihat sesosok makhluk ( baik itu manusia atau bukan ) dulunya terlahir dimana sebagai apa, kemudian nanti ketika meninggal akan terlahir dimana dan sebagai apa, seperti membuka dan menutup benda –benda saja, mengetahui isi-isi benda tersebut.
Setelah mengetahui dengan jelas tumimbal-lahir yang berulangkali terjadi tersebut, maka timbul rasa bosan dan jenuh mengenai kelahiran dan kematian yang berulang-ulang. Setelah memahami dan menyadari dan memahaminya, maka ia akan berusaha berhenti dari kelahiran yang berulang-ulang dan berusaha menuju pembebasan.
Seorang Yogi yang memiliki tiga pengetahuan ini dapat mengetahui segala sesuatu dengan alamiah / otomatis, karena ia dapat membuktikannya. Yogi tersebut lebih suka membuktikan bukan HANYA-PERCAYA saja.

DISIPLIN DIRI UNTUK MENCAPAI TIGA PENGETAHUAN ( TEVIJJO )
Bagaimanakah cara untuk mencapai tevijjo ? Berikut adalah langkah-langkah yang perlu diambil untuk bisa memperoleh ‘tevijjo’ tersebut :
1. Menjaga SILA dengan baik ( Bagi ummat perumah-tangga, maka PANCASILA yang harus dijaganya, namun bisa dan alangkah lebih baik jika meningkatkan disiplin dengan mendapatkan, menjaga dan merawat ATTHASILA ( Delapan Sila ). Bagi seorang Yogi Buddhis, prinsip “Lebih baik mati daripada melanggar Sila” sangatlah dijunjung tinggi.
2. Melatih Samadhi sampai memperoleh ketenangan dengan memakai objek kasina ( salah satu dari sepuluh objek kasina. Kasina terdiri dari 10 simbol latihan pemusatan pikiran. Enam Kasina, yang cocok untuk Saddha Carita, yaitu : Pathavi (tanah), apo (air), tejo (api), vayo (udara), akassa (angkasa), dan aloka (symbol-sinar). Empat Kasina, yang cocok bagi dosa carita, yaitu : Nila (biru kehijauan), pita (kuning), lohita (merah), dan odata (putih) ).

DIBBACAKKHU ( Mata-Dewa )
Untuk dapat memiliki “Tiga-Pengetahuan” ( Tevijjo ), anda harus mempunyai “Dibbacakkhu” / “Mata-Dewa”. Cara melatih dan memperoleh “Dibbacakkhu” adalah dengan melatih tiga objek kasina :
1. Tejo Kasina ( Objek Api ), missal nyala lilin.
2. Alo Kasina ( Objek Sinar ), missal Matahari.
3. Odata Kasina ( Objek Warna Putih ).
Diantara ketiga objek ini, yang paling efektif adalah objek-sinar ( Alo-Kasina ), demikian menurut Kitab Visudhi Magga.
Bila kita sudah mahir melatih Dibbacakkhu dan Manomayiddhi (kekuatan batin, bila seseorang telah mampu memisahkan batin dengan tubuh/jasmani, dan batin dapat ‘diajak’ pergi kemana-mana (kealam-alam lain). Manomayidhi ini termasuk salah satu abhinna pada seseorang yang telah memiliki tiga pengetahuan (tevijjo). Bila seorang Yogi telah mencapai Jhana keempat dalam meditasi dengan memakai salah satu objek kasina, maka ia dapat mencapai Manomayiddhi seperti pencapaian dibbacakkhu ) , akan memperoleh berbagai pengetahuan ( nana ) sebagai berikut :
1. Cutupata Nana : Mengetahui kehidupan dan kematian semua makhluk hidup sesuai dengan karmanya masing-masing.
2. Cetopariya Nana : Membaca pikiran orang lain dan makhluk-makhluk lain.
3. Pubbenivasa Nussati-
Nana :                         Kehidupan / tumimbal lahir yang lampau.
4. Atitansa Nana : Mengetahui masa yang lalu.
5. Anagatansa Nana : Mengetahui masa yang akan datang.
6. Paccuppannansa Nana : Mengetahui masa sekarang.
7. Yathakammuta Nana : Dapat mengetahui sebab akibat karma suatu makhluk baik itu manusia, dewa, Brahma, dan lain-lain. Karma apa yang menyebabkan mereka bahagia dan menderita.

PATISAMBHIDAPPAPATTO
Seorang Yogi yang telah sempurna pengetahuannya ( patisambhidappapatto ) jauh lebih istimewa dari seorang yogi yang memiliki tevijjo. Keistimewaannya adalah sebagai berikut :
1. Dapat mengetahui sepenuhnya Dhamma yang sempurna. Pokok-pokok Dhamma dapat diketahui dengan sempurna dan dapat menguraikannya seperti yang diajarkan Sang Buddha, walaupun ia baru sehari saja menjadi pengikut Sang Buddha, ia dapat mengetahui dan menguraikan Dhamma dengan sempurna. Dalam kitab suci dinyatakan bahwa orang seperti ini setelah mendengar ajaran Sang Buddha dengan langsung dapat mencapai tingkatan-tingkatan kesucian, karena mengetahui / menyelami setiap bagian yang Sang Buddha ajarkan.
2. Mahir dalam menguraikan Dhamma, seorang yang telah mencapai patisambhidappapato sanggup mengembangkan Dhamma yang Sang Buddha ajarkan. Walaupun Dhamma itu singkat, ia mampu menguraikannya menjadi panjang dan istimewa serta tidak mengubah isi ajaran tersebut. Ini akan menyebabkan pendengarnya senang dan tidak merasa bosan.
3. Pandai dalam merangkum Dhamma, seseorang yang telah mencapai patisambhidappapatto dapat merangkum ajaran Sang Buddha dengan tidak mengubah makna yang terdapat dalam Dhamma itu sendiri, rangkumannya sangat menarik dan istimewa.
4. Pandai dalam banyak bahasa. Selain dapat menggunakan bahasa manusia juga dapat menggunakan bahasa binatang, Dewa, dan bahasa makhluk-makhluk lainnya.

PATISAMBHIDANANA PATIPATTI
Patisambhidanana merupakan vijja ( pengetahuan ) yang lebih istimewa dari tiga (3) pengetahuan / ‘tevijjo’ dan enam (6) Abhinna. Untuk memperoleh patisambhidanana harus mempraktekkan Samadhi dengan objek sepuluh ( 10 ) Kasina.
Untuk mendapatkan keenam abhinna, Yogi hanya perlu mempraktekkan Samadhi dengan objek kasina hingga Jhana IV saja. Sedangkan untuk mendapatkan patisambhidanana ini bukan hanya tuntas empat ‘rupa-jhana’ saja, tapi harus sampai empat ‘arupa-jhana’ atau sampai Jhana VIII. Keempat arupa Jhana tersebut adalah :
1. Akasanancayatana : Kesadaran moral yang berada di “Ruang-yang-Tidak-Terbatas
2. Vinnanacayatana : Kesadaran moral yang berada di “Kesadaran-yang-Tidak Terbatas”
3. Akincannayatana : Kesadaran moral yang berada di “Kehampaan”
4. N’eva sanna ‘asannayatana : Kesadaran moral dimana “Tidak-ada-Pencerapan bukan pula Ada-Pencerapan “.

LIMA RINTANGAN BATIN ( PANCA-NIVARANA )
Ada lima hal yang merintangi kemajuan samadhi seorang Yogi. Jika kita telah memutuskan untuk menempuh kehidupan ‘samadhi’, demi kesuksesan pencapaian kita, maka kita seyogyanya melenyapkan kelima hal yang merintangi ini. Lima hal tersebut dikenal sebagai “Lima-Rintangan-Batin ( Panca-Nivarana ) “.
Lima rintangan batin ( Panca Nivarana ) merupakan ‘AKUSALA-DHAMMA”, yaitu Dhamma yang dapat melenyapkan Kusala Dhamma ( Dhamma yang Baik ) pencapaian tingkat Samadhi.
Lima rintangan batin ini adalah =
1. Kamacchanda, yaitu nafsu-nafsu indriya, keinginan dan kegiuran terhadap bentuk-bentuk ( tubuh, material ( rupa ) ), suara, bau-bauan, rasa, sentuhan, dan bentuk-bentuk pikiran. Nafsu sexual, kesenangan pada tontonan-tontonan ( seperti acara TV, pertunjukan musik, drama, tari, dan lain-lain termasuk kamacchanda yang seyogyanya dilenyapkan. Jika anda perumah-tangga dan sulit melenyapkan kamacchanda ini, sebaiknya dilemahkan, dikurangi ‘kegiuran’nya ).
2. Byapada, yaitu keinginan jahat atau itikad jahat / dendam. Jika kita membawa dendam dari masa lampau, ini pun akan menghalangi kesuksesan pencapaian samadhi kita. Dendam dan keinginan jahat akan selalu menghalang-halangi pemusatan batin kita pada objek samadhi.
3. Thinamiddha, yaitu kemalasan dan kelambanan. Seringkali kita malas untuk bersamadhi, merasa lebih baik jalan-jalan ke mall, kumpul dengan teman-teman, atau bercumbu dengan kekasih. Kemalasan, dan juga kelambanan kita dalam mempraktekkan samadhi, juga merupakan penghalang tercapainya pemusatan batin pada objek samadhi.
4. Uddhaccakukkucca, yaitu kegelisahan atau kekhawatiran. Sering timbul dalam batin kita perasaan gelisah dan khawatir ketika kita sedang bersamadhi. Apalagi bila kita bersamadhi dalam ketiga tempat yang dianjurkan oleh Sang Buddha = didalam hutan, dibawah pohon besar, atau didalam rumah kosong yang sudah lama tidak ditempati. Maka akan timbul perasaan takut, gelisah, khawatir, yang luar biasa hebatnya. Perasaan-perasaan ini harus kita lenyapkan. Ini akan menghalangi pemusatan batin kita pada objek samadhi.
5. Vicikiccha, yaitu keragu-raguan. Pada tengah perjalanan kita sebagai seorang Yogi, bila kita merasakan tidak menemukan kemajuan-kemajuan yang berarti, terutama dalam pencapaian Jhana I hingga VIII, maka akan mulai timbul keragu-raguan. Apakah aku mampu ? Apakah ini Jalan yang benar ? Keragu-raguan ini merupakan bentuk halus dari kekotoran batin. Karena, hasil dari keragu-raguan yang kuat, anda akan melepaskan kehidupan samadhi anda dan anda akan menempuh jalan lain, atau paling parah anda akan kembali lagi menempuh hidup keduniawian, tanpa seberkas kerohanian sedikitpun.
Kelima rintangan batin ini sesungguhnya merupakan ‘teman-teman’ dekat kita selama rentang pengembaraan kita dalam samsara ini. Jhana akan mengatasi nivarana sementara waktu dan jhana merupakan teman baru bagi kita. Sifat teman baru ini sangat halus dan baik, bertentangan dengan teman lama kita, panca nivarana. Sebagai umumnya teman dekat, ia akan berusaha menghalang-halangi kedekatan kita dengan teman baru kita, Jhana.
Yang menyebabkan kita tidak dapat mencapai ketenangan dan memegang objek adalah karena kita selalu ingin ‘berjumpa’ dengan ‘teman-teman-lama’ kita tadi ; panca-nivarana. Hal ini merupakan corak hukum alam.
Bila kita telah mencapai Jhana I maka kita harus rajin berlatih hingga mahir, supaya batin tidak goyah, jangan mundur dalam melatih Jhana dari latihan satu jam, dua jam, satu hari, dua hari, sampai dapat berlatih selama tujuh hari, dengan demikian kita dapat memegang Jhana dengan kuat.

PENCAPAIAN / KESUKSESAN SAMADHI ( SAMAPATI )

1. Kanika Samadhi
Artinya adalah ‘sedikit-perhatian’. Seringkali seseorang yang praktek samadhi dengan menggunakan salah satu objek, saat batin menjadi tenang, tiba-tiba pikiran mengembara kesana-kemari, kadang-kadang mengkhayal, tidak terlalu lama kemudian tenang kembali. Timbul rasa kegiuran terhadap objek samadhi, timbul kebahagiaan, tapi ia akan mengkhayal lagi, dan seterusnya. Kadang-kadang juga timbul rasa malas, singkatnya batin belum mantap. Kualitas samadhi yang seperti inilah yang disebut kanika-samadhi, bukan samapati, bukan merupakan suatu pencapaian kesuksesan samadhi. Intinya, anda belum mencapai apapun dalam samadhi anda.

2. Jhana
Jhana berarti terpusatnya pikiran dengan objek. Kaitannya dengan samapati, Jhana kesatu disebut Pathama-samapati, Jhana kedua disebut Dutiya-Samapati, Jhana ketiga disebut Tatiya-Samapati, demikian seterusnya sampai dengan Jhana VIII, yang disebut “Nevasannana sannayatana samapati”.

MEMASUKI JHANA

Upacara Samadhi ( Meditasi Tetangga )

Setelah perjuangan hebat kita, kita akan melalui masa-masa anda bergulat dalam ‘kanika-samadhi’. Kemudian anda mulai tenang, mulai bisa mencerap objek samadhi, saat inilah anda mulai memasuki Upacara Samadhi.
Upacara Samadhi ini disebut juga Upacara Jhana. Upacara Jhana adalah samadhi yang sudah mantap karena mendekati Jhana Pertama. Dalam tingkat Upacara Jhana ini seseorang sudah dapat memegang objek dalam waktu cukup lama, batin tenang dan merupakan dasar untuk melatih dibbacakkhu ( mata-dewa ). Ciri-ciri Upacara samadhi adalah terdapatnya unsur-unsur berikut ini :
1. Vitaka, yaitu saat dimana batin kita berusaha memegang objek meditasi. Bila objek meditasi kita adalah napas, misalnya, maka kita dapat memegang objek ini cukup lama dan pikiran tidak mengembara lagi kesana dan kesini.
2. Vicara, yaitu saat batin kita semakin dalam memegang / mencerap objek meditasi. Biasanya disini muncul gambaran-gambaran batin ( nimitta ) dari objek meditasi kita. Nimitta berubah-ubah atau muncul warna yang dapat menjadi besar atau kecil dan sebagainya tergantung dari nimitta kita. Bagaimana bentuk nimitta itu, tinggi atau rendahnya gambaran nimitta, batin tetap mengetahuinya, dan tidak terlepas dari kesadaran meditasi. Pada saat kita mengetahui dalam kasina atau mengetahui napas panjang dan napas pendek itulah yang disebut vitaka.
3. Piti, atau kegiuran batin. Batin tergiur dalam kesenangan, kegembiraan, batin kita merasa tenang dan menemukan kepuasan, seolah-olah batin menjadi terang, tubuh terasa ringan dan gembira. Kadang-kadang kita melihat warna yang muncul sepintas-sepintas atau kilat yang tidak begitu lama. Tanda-tanda ‘piti’ ada lima (5) macam =
1. Bulu roma kita berdiri ( merinding )
2. Keluar air mata tanpa sebab.
3. Tubuh menjadi seperti bergoncang.
4. Tubuh seperti melayang-layang terangkat naik, bahkan kadang-kadang bisa benar-benar terbang / melayang.
5. Kadang-kadang tubuh serasa menjadi besar, kecil, tinggi dan tubuh terasa ‘kosong’.
Salah satu dari kelima tanda tersebut dapat menjadi ciri-ciri piti. Saat muncul piti, meditasi kita akan semakin mantap.
4. Sukha, yaitu kebahagiaan yang dalam , kebahagiaan yang halus dan sukar ditemukan dalam kehidupan biasa dan tidak menimbulkan penderitaan. Kebahagiaan ini tidak disebabkan oleh sesuatu yang pernah kita alami, seperti misalnya kenangan-kenangan bersama orang yang dicintai, melainkan kebahagiaan tanpa penderitaan yang merupakan hasil dari meditasi, hasil dari tenang dan damainya batin kita yang telah mencerap objek samadhi dengan mantap.
Keempat hal diatas tersebut merupakan ciri bahwa kita telah mencapai ‘upacara-samadhi’.
Tingkat upacara samadhi ini adalah tingkat sebelum kita memasuki Jhana pertama. Dalam upacara-samadhi, kita hampir memasuki Jhana, telah tiba di pintu gerbang Jhana. Namun ini belum bisa disebut Jhana, karena belum lengkap untuk memenuhi syarat-syarat Jhana.

PATHAMA JHANA / PATHAMA SAMAPATI
Jhana I / Pathama-Jhana dapat kita ketahui dari tanda-tandanya sebagai berikut :
1. Vitaka, berusaha memegang objek. Semisal objek kita adalah napas, maka kita berusaha mencerap objek. Kita menyadari ‘ana’ dan ‘apana’; ‘nafas-masuk’ dan ‘nafas-keluar’.
2. Vicara, telah memegang objek dengan kuat. Adalah saat kita telah benar-benar memegang objek samadhi kita dengan kuat. Batin tidak lagi lari kesana-kemari. Anda telah menyadari ‘nafas-yang-indah’. Saat ini mulai muncul nimitta, atau ‘lambang’ dalam batin, berupa sinar-sinar, dan lain-lain. Tapi lambang itu bukan hasil pikiran yang melamun, tetapi karena kita semakin mantap berdiam dalam objek.
3. Piti, kegiuran. Yaitu perasaan senang pada objek, tergiur untuk lebih dalam mencerap objek. Batin kita tidak mau pergi kemana-mana, selain mencerap objek.
4. Sukha, kebahagiaan yang dalam. Ini adalah perasaan kebahagiaan yang timbul dari ketiga langkah pertama. Setelah muncul kegiuran batin, akan muncul kebahagiaan yang sangat dalam.
5. Ekagatta, pikiran yang telah terpusat. Batin kita telah terpusat sepenuhnya, mutlak, tidak bergeming sedetikpun dari objek samadhi kita. Tidak ada lagi lamunan-lamunan, tidak lagi memikirkan posisi duduk samadhi, kaki yang ngilu, punggung yang kaku, kejadian-kejadian di kantor, di kampung, dan lain-lain hal diluar objek samadhi kita.
Pada waktu memasuki Jhana Pertama kita masih dapat mendengar suara dari luar tetapi tetap masih dapat memegang objek dengan mantap, tidak goyah. Suara tersebut tidak dapat mengganggu meditasi sekalipun kita mendengarnya, batin bekerja dengan wajar seperti biasa.
Bila meditasi telah mencapai tingkat ini disebut telah mencapai Jhana I, yang artinya telah dapat memegang objek dengan kuat dan tidak terpengaruh suara-suara dari luar. Guru-guru meditasi menyatakan hal itu berarti bahwa batin dan jasmani telah mulai dapat dipisahkan.
Kebiasaan batin adalah menganalisa tubuh, misalnya pada waktu kita mendengar suara, maka batin ini ingin mengetahui suara apakah itu dan dari manakah suara itu. Pada tingkat Jhana I ini batin tidak ingin mengetahui tubuh, tetapi batin menjadi diam, batin hanya memegang satu objek, inilah yang disebut Jhana Pertama.
Kelima tanda-tanda / ciri-ciri Jhana I tersebut diatas muncul bersama-sama dalam pikiran atau batin kita, tetapi batin kita tetap dapat menguasainya. Apa saja yangmuncul dari kelima ciri-ciri tersebut dapat kita ketahui. Misal muncul vitaka, kita mengetahuinya sebagai vitaka, muncul vicara, kita mengetahuinya sebagai vicara, dan seterusnya.

RINTANGAN JHANA PERTAMA
Rintangan atau musuh yang berbahaya dalam Jhana pertama atau pathama samapati adalah suara, bila seseorang yang praktek meditasi dapat memegang objek, suara dari luar masih dapat didengar tetapi suara itu tidak dapat mengganggu konsentrasinya, maka ia telah masuk Jhana Pertama.
Tetapi kita jangan lupa, bahwa Jhana pertama ini adalah Jhana yang masih rendah, yang baru tahap awal berhasil kita capai. Jhana pertama ini mudah merosot atau hilang, bila batin kita dimabukkan oleh salah satu nivarana. Bila kita dapat menghalau nivarana maka Jhana akan muncul kembali.
Berkembang dan merosotnya Jhana tergantung bagaimana kita menghadapi rintangan batin (nivarana). Bila nivarana tidak muncul, maka batin menjadi sunyi dan tenang, sebaliknya jika nivarana muncul, maka Jhana akan lenyap.
Keadaan semacam ini juga berlaku bagi Jhana-jhana yang lain, yaitu dari Jhana kedua hingga Jhana kedelapan. Bila nivarana itu muncul dalam salah satu tingkat Jhana maka Jhana itu akan turun dan lenyap, oleh karena itu kita harus senantiasa penuh perhatian (sati) bilamana nivarana itu muncul dan menggoyahkan kemantapan samadhi kita.

DUTIYA JHANA / DUTIYA SAMAPATI
Jhana kedua ini memiliki tiga tanda-tanda sebagai berikut :
1. Piti, atau Kegiuran.
2. Sukha, atau Kegembiraan yang amat dalam.
3. Ekagatta, atau pikiran yang terpusat, batin seimbang.
Jhana kedua ini lanjutan Jhana pertama. Dalam Jhana ini telah dihilangkan vitaka dan vicara, yang ada hanyalah piti, sukha, dan ekagatta.
Seorang yogi yang telah memasuki Jhana kedua tidak dapat lagi merenungkan vitakka dan vicara. Bila ia masih dapat merenungkan vitakka dan vicara berarti masih pada Jhana kesatu.
Beberapa guru meditasi menyatakan untuk masuk Jhana kedua kita harus memotong vitaka dan vicara, tapi ini teorinya. Prakteknya sepertinya berbeda-beda, tergantung kemampuan masing-masing.

LENYAPNYA VITAKKA DAN VICARA
Menurut para yogi yang telah berpraktek, lenyapnya vitakka dan vicara yang benar bukanlah dilupakan atau tidak dipikirkan, tetapi yang memotong adalah hasil praktek hingga mencapai dutiya Jhana. Jika vitakka dan vicara ini lenyap tapi pikiran kita ‘mengembara’ kesana-kemari, itu bukannya telah mencapai Jhana II, tapi justru kita telah turun dari Jhana I ke ‘Kanika-Samadhi’,yaitu saat kita belum pula mencapai ‘upacara-samadhi’.
Para guru meditasi mengatakan bahwa orang yang akan meditasi hendaknya memilih salah satu objek. Objek itu sebagai batin kita agar batin kita menjadi pulau bagi pikiran, supaya pikiran tidak kemana-mana. Seperti melafalkan “ Bud – Dha “ disebut sebagai “PARIKAMMABHAVANA” ( pengembangan batin tingkat pendahuluan ), pada waktu melafalkan itu batin kita diikat oleh lafal “Bud – Dha”, hal ini dinamakan : VITAKKA. Bila batin kita mulai merenungkan lafal “Bud – Dha” yang kita ucapkan itu sudah benar atau masih salah, sudah sesuaikah dengan yang diajarkan Guru meditasi kita, maka hal ini disebut : VICARA.
Sedangkan dutiya Jhana ini memotong vitakka dan vicara dari Jhana pertama secara otomatis, sehingga yang ada adalah piti, sukha, dan ekagatta. Pikiran jadi terpusat dan tidak lari kemana-mana, melainkan merasa piti, sukha, dan menjaga objek dengan mantap. Jadi, objek meditasi masih tetap ada! Bedanya, kita sudah tidak berusaha mencerap dan mencerap terus-menerus, tapi sudah mantap tercerap dalam batin kita, sudah tidak ada usaha lagi. Nafas akan terasa pelan sekali, halus dan jelas tidak lagi mendengar suara dari luar, seperti sunyi kadang-kadang seseorang tidak lagi merasa bernafas atau tidak memiliki nafas padahal ia masih bernafas. Itulah ciri-ciri atau corak dari Jhana kedua.

RINTANGAN JHANA KEDUA ( DUTIYA JHANA )
Rintangan dalam Jhana kedua adalah vitaka dan vicara. Pada saat batin kita dalam samadhi tingkat dutiya Jhana itu, kadang2 kita merasa khawatir apakah sudah masuk dutiya Jhana atau belum, dengan demikian batin akan turun dan masuk Jhana kesatu yang masih merenungkan objek ( vicara ). Jangan melepaskan perhatian ( sati ). Kita harus memegang dutiya Jhana dengan mantap. Berlatihlah memegang Jhana dengan kuat hingga ahli betul.

HASIL DARI JHANA KEDUA
Semua Jhana diatas merupakan hasil dari meditasi, menjadikan pikiran kita memiliki sati sampajanna dengan sempurna. Disaat bekerja kita jadi memiliki ingatan yang baik, tidak ada keragu-raguan lagi dalam batin, merupakan objek yang terbaik untuk memeriksa saraf. Selain itu pada waktu hampir meninggal dunia masih memiliki sati sampajanna yang baik tidak akan merasa bingung.
Bila seorang Yogi meninggal didalam Jhana ia akan memperoleh hasil sebagai berikut :
1. Dutiya Jhana yang masih Kasar, bila meninggal dunia akan terlahir kembali dialam Brahma tingkat IV.
2. Dutiya Jhana menengah, bila meninggal dunia ia akan terlahir dialam Brahma tingkat V.
3. Dutiya Jhana yang halus / tinggi, bila meninggal dunia ia akan terlahir di alam Brahma tingkat VI.
Bila dapat memegang objek dutiya Jhana itu maka akan dapat digunakan dalam vipassana Jhana, dapat menghancurkan nafsu dengan lebih cepat dibanding dengan Jhana pertama yang masih mudah ‘goyah’. Bila dikembangkan dapat diharapkan menjadi seorang Brahmacari dalam kehidupan sekarang, tentunya kalau memiliki semangat yang baik mempraktekkan ajaran Sang Buddha dengan benar dan mempraktekkan Jalan-Tengah.

JHANA KETIGA ( TATIYA-JHANA / TATIYA SAMAPATI )
Ciri-ciri Jhana ketiga yaitu terdapatnya ( dan hanya terdapatnya ) faktor-faktor berikut ini :
1. Sukha, atau kegembiraan yang dalam tanpa kegiuran.
2. Ekagatta, pikiran yang terpusat kuat, batin dan jasmani dapat dibedakan.
Corak Jhana ketiga ini adalah batin yang sudah melepaskan piti dari Jhana kedua. Bila batin sudah masuk Jhana ketiga ini sudah tidak lagi merasakan bulu roma berdiri, mengeluarkan air mata, tubuh terasa ringan, tubuh bergoyang tetapi rasanya seperti diikat dengan kuat, seperti kayu yang ditancapkan ke tanah dengan kuat dan tidak tergoyahkan. Kita harus ahli dalam Jhana kedua, dengan tanpa merenungkan lagi.
Bila kita masih mendengar suara dari luar dan terpengaruh maka kita belum mencapai Jhana ketiga, melainkan masih dalam Jhana kesatu.
Dalam Jhana kedua suara hampir tidak kedengaran lagi, karena batin tidak menerima suara itu dan nafas terasa halus sekali.
Dalam Jhana ketiga kita masih mengetahui nafas tapi nafas itu halus sekali hampir tidak ada nafas, objek yang ada lebih mantap dari Jhana kedua. Ciri-ciri seperti ini adalah ciri-ciri Jhana ketiga.
Setelah kita berhasil sampai pada Jhana ketiga kita harus berlatih terus-menerus sehingga menjadi ahli dalam keluar-masuknya Jhana.

RINTANGAN DALAM JHANA KETIGA
Kegiuran pada objek (piti) adalah musuh yang berbahaya bagi Jhana ketiga, karena pada Jhana ketiga piti ini harus sudah tidak ada. Bila kita masih merasakan piti berarti batin turun pada Jhana kedua. Dalam Jhana ketiga kita harus memegang sati-sampajanna dengan kuat, jangan sampai tergoyah oleh Jhana lain karena hal ini membahayakan Jhana ketiga.

HASIL JHANA KETIGA
Bila kita bisa memegang Jhana ketiga sampai saat kematian tubuh kita, kita tidak akan lagi merasakan kebingungan, ingatan kita menjadi kuat, kita tidak akan pernah lagi menjadi pelupa.
Kita akan selalu bergembira setiap saat seakan tidak ada lagi penderitaan dalam hidup kita, dan wajah kita akan senantiasa terlihat cerah. Sesudah mati Jhana ini akan menolong kelahiran kembali di alam Brahma.
1. Jhana ketiga yang masih kasar, bila meninggal dunia akan terlahir kembali di alam Brahma tingkat tujuh.
2. Jhana ketiga ‘tingkat-menengah’, yang semakin halus, bila kita meninggal dunia akan bertumimbal lahir di alam Brahma tingkat delapan.
3. Jhana ketiga yang sudah halus, bila kita meninggal dunia akan terlahir kembali di alam Brahma tingkat sembilan.
Jhana ketiga ini masih merupakan lokiya-Jhana, juga dapat digunakan untuk vipassanannana. Jhana ketiga ini akan menjadi kekuatan dalam vipassanannana untuk menghancurkan nafsu, dapat mencapai kesuksesan tertinggi dalam hidup ini. Ini adalah hasil dari Jhana ketiga yang kita terima baik dalam kehidupan sekarang maupun dalam kehidupan mendatang.

JHANA KEEMPAT ( CATUTTHA JHANA / CATUTTHA SAMAPATI )
Jhana keempat memiliki dua ciri, yaitu :
1. Ekagatta, batin yang terpusat penuh pada objek.
2. Upekkha, Batin yang seimbang, tidak lagi goyah akan perasaan senang tidak senang, suka dan dukkha, tidak resah, gelisah, tidak takut juga tidak gembira yang meluap-luap.

CIRI-CIRI YOGI YANG MENCAPAI JHANA KEEMPAT
Bila seseorang yang mempraktekkan meditasi telah mencapai Jhana keempat maka akan muncul tanda-tanda yang dapat dirasakan sebagai berikut :
1. Tidak lagi merasakan munculnya nafas seperti keadaan dalam Jhana-Jhana lain. Dalam Jhana-jhana lain selain Jhana IV, nafas sangat halus ( semakin meningkat Jhana kita, semakin halus nafas kita ), tapi dalam Jhana IV, nafas mutlak berhenti. Dalam Visudhi Magga dikatakan bahwa tidak ada nafas, tetapi kadang-kadang para guru meditasi mengatakan masih ada nafas hanya saja nafas itu sangat halus sehingga kita tidak dapat merasakan adanya nafas. Dalam Visuddhi Magga dikatakan empat jenis orang yang tanpa nafas :
a. Orang Mati.
b. Orang yang menyelam kedalam air ( tanpa bantuan alat pernapasan ).
c. Bayi yang Masih dalam kandungan.
d. Seorang Yogi yang telah masuk dalam Jhana IV.
Dalam Jhana IV kita mutlak tidak bernapas. Bila kita merasakan telah tidak bernapas, berarti kita telah masuk dalam Jhana IV. Pada saat memegang objek dalam Jhana IV, seorang yogi tidak lagi merasakan munculnya napas. Dalam keadaan seperti ini biasanya seorang Yogi pemula akan merasa takut dan gelisah menyangka dirinya sudah mati karena tidak bernafas. Kemudian ia akan mencari nafas. Bila kita mencari nafas maka kita akan turun sedikit dari Jhana keempat kemudian kita akan merasakan nafas yang sangat halus pada hidung kita.
2. Bila kita masuk Jhana IV kita akan merasakan ketenangan yang amat dalam yang tidak disebabkan dari luar, tanpa suara, dan lepas dari sukha, telah memadamkan dukha tubuh (tidak merasa kesulitan lagi). Jhana IV ini lebih tenang dari Jhana yang lain, merasa tanpa tubuh (kaya) artinya batin seperti terpisah dengan tubuh, tetapi tetap mengetahui seandainya tubuh ini digigit nyamuk, dimakan binatang atau bahkan tubuhnya dihancurkan tetapi batin tetap pada Jhana keempat, kaya (tubuh) dan citta (batin) telah sungguh-sungguh dipisahkan. Sesungguhnya napas masih ada, tubuh ini masih bekerja sebagaimana mestinya, tubuh ini masih dapat berjalan dan sebagainya, tetapi citta tidak lagi menanggapi aktivitas tubuh ( segala rangsangan dari tubuh ).

RINTANGAN JHANA KEEMPAT
Rintangan yang paling berbahaya bagi kemantapan samadhi kita dalam Jhana IV adalah napas. Bila kita masih mengetahui atau merasa bernafas sewaktu berada dalam Jhana keempat berarti kita sudah turun dari Jhana keempat. Sebaiknya kita tidak perlu memperhatikan napas ada atau tidak ada.

HASIL JHANA KEEMPAT
Seorang Yogi yang telah berhasil mencapai Jhana keempat dalam hidupnya akan selalu berbahagia sepanjang hari. Bila ada problem dalam diri sendiri, ia akan menyelesaikannya dengan cara yang aneh atau cara yang luar biasa.
Bila kita memiliki Jhana IV kita akan memperoleh tiga ilmu, yaitu :
a. Enam Kekuatan batin ( Chalabhinna ).
b. Abhisembhidanana.
c. Patisambhidanana.

Bila kita menghendakinya akan mudah untuk mencapainya. Jhana keempat ini dapat dijadikan kekuatan dalam vipassanananna dan dapat untuk mengikis habis kekotoran batin atau nafsu-nafsu paling lama dalam waktu tujuh hari.
Bila kita mengembangkan vipassanannana, kemudian memegang Jhana IV ini dengan baik, sampai saat-saat kematiannya, akan terlahir di alam Brahma tingkat ke-10 atau tingkat ke-11.

RUPA JHANA DAN ARUPA JHANA
Jhana-Jhana tersebut diatas adalah RUPA-JHANA atau RUPA-SAMAPATI. Bila belum mencapai Magga atau Phala, maka disebut LOKIYA-JHANA atau LOKIYA-SAMAPATI. Bila kita mengembangkan vipassanannana sampai mencapai kesuksesan ( dari tingkat sotapana sampai arahat ) disebut LOKUTTARA JHANA atau LOKUTTARA SAMAPATI. Kata Lokuttara terdiri dari dua suku kata, yaitu Loka ( dunia ) dan Uttara ( mengatasi, terbebas ). Jadi, lokuttara berarti mengatasi/terbebas dari keduniawian, orang yang telah mencapai lokuttaranana berarti orang yang telah terbebas dari/mengatasi keduniawian.
Semua itu merupakan RUPA-JHANA karena ada bentuk yang menjadi objek, sesuai dengan namanya kesuksesan (samapati) maka dikatakan RUPA-SAMAPATI. Untuk ARUPA-JHANA dapat dibagi menjadi empat, yaitu :
1. Akasanancayatana-Jhana, adalah keadaan dari konsepsi ruang tanpa batas.
2. Vinnananancayatana-Jhana, adalah keadaan dari konsepsi kesadaran-tanpa-batas.
3. Akincannayatana-Jhana, adalah keadaan dari konsepsi kekosongan.
4. Nevasannanasannayatana-Jhana adalah keadaan dari konsepsi pencerapan bukan pula tanpa-pencerapan.
Empat macam Jhana ini disebut ARUPA-JHANA atau ARUPA-SAMAPATI karena dikembangkan dengan tanpa bentuk atau RUPA. Maka Jhana atau samapati ada delapan, yaitu empat Rupa-Jhana / Rupa-Samapati dan empat Arupa-Jhana / Arupa-Samapati.

HASIL SAMAPATI :

1. NIRODHA SAMAPATI
Ini merupakan kesuksesan yang sangat sulit diraih. Kita harus memiliki waktu yang tepat untuk melaksanakannya, sebab untuk masuk berdiam dalam nirodha-samapati paling sedikit selama tujuh (7) hari dan maksimal lima belas (15) hari.
Siapa saja yang memberikan dana pada seseorang yang telah keluar dari Nirodha-Samapati, hasilnya akan diterima pada saat itu juga. Misalnya yang berdana orang miskin, dalam waktu dekat akan menjadi orang kaya. Bila yang berdana adalah seseorang yang sedang dalam kesulitan atau mempunyai problem yang sulit dipecahkan, maka hari itu juga persoalan atau kesulitan dapat dipecahkan/diselesaikan.

2. BALA SAMAPATI
Khusus bagi orang suci dapat keluar dan masuk bala samapati setiap saat, tidak memerlukan waktu yang lama, siapa saja yang berdana pada orang yang baru keluar dari bala samapati akan hidup dengan lancar, artinya memperoleh berkah dalam hidupnya.
Jhana samapati, bagi orang yang berdana atau berbuat baik pada orang yang baru keluar dari Jhana samapati, maka ia akan maju atau mendapat kemajuan dalam hidupnya, tidak mengalamai kemunduran atau kemerosotan dalam hidupnya yang sekarang.
KEKUATAN (BALA) KESUKSESESAN / PENCAPAIAN (SAMAPATI)

Bala Samapati berati mencapai kesuksesan sesuai dengan hasil yang diterima dalam kesuksesan. Bala Samapati ini hanya diperuntukkan khusus bagi orang suci (ariya) dari tingkat sotapana sampai arahat. Bagi seorang ariya yang belum mencapai delapan kesuksesan, ia tidak dapat masuk berdiam dalam NIRODHA SAMAPATI. Tetapi ia dapat mencapai BALA SAMAPATI sesuai dengan tingkat kesuciannya, tetapi bukan mencapai delapan kesuksesan. Seorang Sotapana,Sakadagami, Anagami, Arahat, bila masuk/mencapai Jhana tersebut dapat diakatakan masuk/mencapai Bala Samapati.
Seorang yang bukan suci (ariya) bila mencapai / masuk Jhana atau samapati tersebut dikatakan masuk/mencapai Jhana saja.
Karena tanpa mencapai hasil, kesucian (Magga, Phala), hasil yang diperoleh orang-orang suci tidaklah sama dengan yang diperoleh orang biasa, yang belum suci. Tetapi dilihat dari sifatnya (kesucian) tetap sama. Sedangkan yang membedakan hanyalah antara “Yang-Ariya” dan bukan-Ariya.
NIRODHA SAMAPATI
Seorang yang masuk/berdiam dalam Nirodha-Samapati adalah orang yang telah mencapai kesucian ( Ariya-Puggala ) pada tingkat kesucian anagami atau arahat dan ia harus memiliki delapan tingkatan samapati (kesuksesan) dalam lokiya Jhana. Bagi orang yang telah mencapai tingkatan kesucian yang lebih rendah dari anagami tidak dapat masuk/berdiam dalam nirodha samapati, sekalipun telah mencapai delapan tingkatan samapati. Hal ini sudah merupakan hukum alam. Seseorang yang telah mencapai kesucian dan yang dapat masuk/berdiam dalam NIRODHA SAMAPATI adalah orang suci tingkat ANAGAMI dan ARAHAT, tetapi yang tingkat kesuciannya lebih rendah dari tingkat kesucian ANAGAMI adalah yang tidak dapat berdiam dalam Nirodha Samapati.
Demikian wacana Samadhi-Benar ini telah saya paparkan. Semoga membawa manfaat bagi anda semua, yang tertarik melatih diri , menempa diri dalam ‘samadhi’.

SEMOGA SEMUA MAKHLUK BERBAHAGIA DAN TERBEBAS…
Salam Damai dan Cinta Kasih.