Wednesday, July 28, 2010

IT Indonesia dan peluangnya berkaca dari India

Berbicara kondisi industri Teknologi Informasi (TI) atau perangkat lunak di Indonesia berdasarkan sumber informasi yang didapat dari website resmi SDA Asia Magazine indonesia yang berbicara mengenai Benchmarking IT Industry Competitiveness, dimana penelitian mengenai hal tersebut dilakukan oleh Economiest Intellegence Unit dari SDA Asia Magazine Indonesia, yang berupaya untuk membandingkan kinerja negara-negara didunia dalam membangun sebuah lingkungan yang mendukung daya saing TI. Menurut laporan dari Economiest Intellegence Unit bahwa skor indeks keseluruhan indonesia mencapai 23.7. Pencapaian indeks tahun ini, Indonesia dinilai menunjukan kinerja yang lebih baik dalam lingkungan bisnis secara keseluruhan (Urutan ke 51). Sementara itu, Indonesia dinilai paling lemah bila dibandingkan dengan semua negera dalam hal infrastruktur TI dengan menempati urutan ke 64. infrastruktur TI ini meliputi belanja hardware, software dan layanan TI, kepemilikan dekstop dan laptop, koneksi broadband, dan server intranet yang aman. Sebagai perbandingan, untuk skala global mengenai infrastruktur TI ini, Vietnam berada di urutan ke 60, Filipina menempati urutan ke 55, Thailand urutan ke 49, Malaysia berada diurutan 33 dan singapura berada diurutan ke 12. Skor indeks ini secara keseluruhan menyimpulkan bahwa sejumlah negara memiliki semua faktor yang diperlukan untuk mendukung sektor TI agar tumbuh. Melihat skor indeks tersebut dapat dilihat bagaimana daya saing Indonesia dikawasan regional.

Melihat skor indeks tersebut dapat dilihat bagaimana daya saing Indonesia dikawasan regional untuk industri TI khusus industri perangkat lunak. Dengan jelas dapat kita lihat bahwa industri perangkat lunak belum mempunyai gigi untuk dapat bersaing dengan industri perangkat lunak di negara regional apalagi di dunia. Hal perlu dicermati kendala apa saja sehingga pertumbuhan industri perangkat lunak tidak tumbuh secara cepat dan cenderung tertinggal dari negara-negara lain khusus dikawasan regional. Menurut Romi Satria Wahono salah seorang praktisi di dunia TI mencoba memaparkan beberapa permasalahan yang ada dalam industri perangkat lunak di
indonesia adalah sebagai berikut :
a. Keterbatasan dalam software development dan standar methodology.
b. Software belum menjadi industri profesional
c. Lemah dalam ide produk dan inovasi : kurangnya sarana penghubung dengan
pihak yang membutuhkan software.
d. Infrastruktur informasi belum memadai
e. Keterbatasan modal usaha, terutama karena industri perangkat lunak belum
bankable
f. Trend SDM IT Indonesia kearah aktivitas cracking

Berkaca pada pertumbuhan industri perangkat lunak di Negara India
Seperti yang kita ketahui bahwa india merupakan negera yang memberikan
kontribusi yang sangat banyak terhadap pertumbuhan industri perangkat lunak di dunia,
bagaimana kontribusi tersebut akan banyak dibahas pada bab II mengenai bab
pembahasan. Akan tetapi kenapa kita harus berkaca terhadap negera India untuk hal
bagaimana mencapai kesuksesan dalam membangun industri perangkat lunak.
Apabila kita lihat antara dengan Indonesia dan India merupakan sama-sama
negera berkembang dengan populasi penduduk yang cukup banyak. Seperti kita ketahui
negara India bukan lah negara yang kaya, menempati urutan ke 2 setelah China dalam hal
populasi penduduk, sedangkan Indonesia menduduki level 4 setelah Amerika. Meskipun
india bukanlah negara kaya, untuk bidang Information Technology (IT) dia menduduki
urutan terdepan di Asia Fasifik. Bahkan jika dilihat dari jumlah perusahaan yang meraih
CMM level 5, negara India merupakan negera yang paling banyak memiliki perusahaan
perangkat lunak yang meraih CMM level 5.
CMM merupakan singkatan dari Capablity Maturity Model yang digunakan
sebagai standar international untuk mengukur development proses dan tingkat
kematangan perusahaan dalam membangun prangkat lunak. Dari 80 perusahaan yang
bersertificate CMM 5 di dunia, 60 diantaranya berada di negara India. Artinya 75%
CMM level 5 berada di negara India. Level 5 adalah tingkat tertinggi kualitas software
dilihat dari kematang development process. Perusahaan- perusahaan produsen perangkat
lunak India tercepat dalam hal sertifikasi.
Sejak awal kemerdekaannya, negara India memiliki komitment yang kuat untuk
memajukan pendidikan masyarakatnya, bahkan negara India sudah sejak awal 3 tahun
sebelum merdeka menetapkan strategi untuk mengalokasi anggaran pendidikan sebesar
20%. Strategi sama di kembangkan oleh Indonesia untuk meningkatan kualitas SDM
melalui pendidikan dengan memasukan anggaran tersebut kedalam UU yang dikeluarkan
oleh DPR dan Pemerintah Indonesia untuk memberikan anggaran pendidikan di
alokasikan 20% dari total APBN, namun realisasi dan hasil dari undang-undang tersebut
belum terlihat secara nyata.
Jika kita lihat dari tabel rangking indeks kompetisi industri IT diatas, negara India
memiliki rangking yang jauh lebih baik dari negara Indonesia, Ada beberapa hal yang
harus kita pelajari dari kesuksean negara India dalam menciptakan daya saing industri
lokal dengan industri-industri di dunia. Yaitu :
a. Bagaimana menciptakan SDM yang berkualitas dalam bidang IT dikarenaka€n
menurut data yang kami dapatkan melalui situs Budi Raharjo praktisi IT
menyatakan bahwa India India memiliki pekerja terbesar baik dalam jumlah dan
kapabilitas.
b. Negera India masih unggul dari Indonesia dalam pengembangan research dan
Development.
c. Banyaknya perusahaan perangkat lunak yang memiliki sertifikasi CMM level 5

Melihat kondisi Indonesia ditingkat dunia dan regional, dan dibanding juga dengan
India yang secara demographi memiliki populasi penduduk yang sama-sama banyak serta
merupakan negara yang berkembang, Pertumbuhan industri perangkat lunak masih
tertinggal dari India. Pertanyaannya adalah bagaimana industri perangkat lunak dapat
tumbuh dan bersaing dengan industri perangkat lunak di tingkat regional, setelah
melakukan studi literatur keberhasilan Negara India dalam memajukan tumbuhnya
industri perangkat lunak sehingga dapat berbicara banyak pada industri perangkat lunak
di tingkat dunia

Atmosfer industri perangkat lunak di negara India sebagai barometer
kemajuan industri perangkat lunak
Informasi teknologi adalah segmen pasar yang tumbuh paling cepat diantara
industri yang lainnya pada sudut pandang produksi dan export. Istilah ‘software
development and IT enabled services’ telah menjadi ciri khas India di mata dunia. Dan
kini Pemerintahan India mencoba untuk mengambil seluruh langkah penting dalam
mewujudkan cita-cita untuk menjadi negara super power dalam Informasi Teknologi dan
menjadi pemimpin dalam revolusi Informasi Teknologi. Pemerintah India telah
mengumumkan bahwa Informasi Teknologi menjadi 1 dari 5 prioritas negara dan
membuat divisi khusus untuk Informasi Teknologi dan Pengembangan Piranti Lunak.
Beberapa saat lalu kita mendengar program pemerintah bernama IGOS.
Bagaimana dengan india? Menurut wawancara Red Hat Magazine dengan Javed Tapiax
(salah satu direktur dari Red Hat India), dengan berkembangnya industri perangkat lunak
India, ada pendekatan yang cukup radikal untuk mengembangkan insfrstruktur IT India
yaitu penggunaan aplikasi open source. Selain penggunaan sistem operasi linux, LAMP
juga menjadi dasar dari . Pengembangan open source di India menjadi daya tarik diantara
para mahasiswa dan praktisi karena mudah didapat dan juga memiliki dukungan dari
komunitas yang terbentuk dari aplikasi open source itu sendiri.
Ada juga sikap positif dari sudut pemerintahan akan penggunaan aplikasi open
source, dengan pernyataan dari Shri Dayanidhi Maran, Menteri Komunikasi dan
Informasi Teknologi India pada saat peluncuran CD aplikasi gratis berisi Font India, bahwa kemampuan OpenOffice setara dengan Microsoft Office. Pada saat Javed Tapiax bertemu dengan Rashtrapati Bhavan, presiden dari India, aplikasi open source juga
disambut baik dengan harapan aplikasi open source dapat menggapai jutaan penduduk
India yang belum “melek” TI. Contoh nyata dalam pengembangan aplikasi open source di India adalah dengan
dibangunnya Open Source Center yang ditujukan untuk pemotongan harga personal
computer dengan mengembangkan piranti lunak gratis. Juga dengan adanya penjualan
Personal Computer berbasis Open Source dengan harga 9.990 rupee dilengkapi dengan
hardware yang mencukupi untuk memproses aplikasi office, email, internet, dan
kemampuan memutar audio dan video.
Sejarah CMM di India, dimulai dengan Motorola India yang menggunakan CMM
secara internal untuk meningkatkan kualitas piranti lunak yang mereka sedang
kembangkan dan menjadi perusahaan kedua di dunia yang memiliki sertifikasi CMM
level 5, membuat beberapa perusahaan lain untuk melirik standar CMM untuk
perusahaannya masing-masing. Industri telekomunimasi adalah industri pertama yang
menyebar luaskan penggunaan standar CMM, hingga – hingga perusahaan berdasar
finance menggunakan standar tersebut.
Pada tahun 2003 sudah ada 80 perusahaan didunia software yang mendapatkan
sertifikasi CMM level 5, yang 60 diantaranya berada di India. Tidak hanya sebatas CMM,
India terkenal dengan penggunaan People CMM (PCMM), dan CMMI. Dengan ini tak
hanya penduduk India sendiri, penduduk dunia seperti amerika juga berkeinginan untuk
belajar tentang sertifikasi tersebut ke India.
Dengan adanya sertifikasi yang menjamin kualitas dari sebuah perusahaan,
investasi pun berdatangan ke India. Para investor berpikit bahwa mereka tak hanya
mendapatkan kualitas kerja yang bagus, tapi juga work hour yang murah. Dan tentunya
hal ini membantu perkembangan industri perangkat lunak di India. Tentunya hal ini
menciptakan prospek industri outsource perangkat lunak yang besar untuk india, dan
terbukti dengan memiliki pangsa pasar 4 % dari industri outsourcing perangkat lunak
internasional.
Figur 2. Industri outsorcing perangkat lunak Internasional
Berdasarkan laporan tahunan India 2006-2007 dalam bidang IT India telah
mengeluarkan funding dalam pelatihan Informasi Teknologi sebesar Rs 14,400,000 atau
3,384,601,775 Rupiah. Dan pemerintahan India juga telah mengeluarkan 15 Milyar Rupee untuk Departemen Teknologi Informasi, untuk penelitian dan pengembangan
Piranti Lunak, infrastruktur dan sumber daya manusia untuk teknologi Informasi di India.
(Information Technology 2006-2007).

Atmosfer industri perangkat lunak di negara Indonesia.
Perubahan kementrian komunikasi menjadi department komunikasi dan informasi
diharapkan dapat memberikan kontribusinya di industri IT. Kebijakan-kebijakan yang
ditelorkan diharapkan dapat mendukung perkembanganindustri IT. India sudah lebih
dulu memiliki dua departemen yang mengurusi IT, Departement Teknologi Informasi dan
Departement Komunikasi. Pertumbuhan bisnis IT sendiri di Indonesia
Figur 3. Perbandingan industri IT indonesia dengan industri lainnya
Di Indonesia yang konsen terhadap industri IT adalah departement Komunikasi
dan Informasi dan Departement PErdagangan. Departement Perdagangan bahkan sudah
mempersiapkan konsep CMM versi Indonesia harapannya dapat menjadi jembatan agar
perusahaan IT di Indonesia meraih CMM international. Dipandang perlu karena
perusahaan indonesia yang ber CMM tertinggi hanya pada level 3, itupun jumlahnya
sangat terbatas(2 perusahaan).
Departemen Perindustrian bersama Asosiasi Piranti Lunak Telematika Indonesia
(Aspiluki), tahun 2008 akan mengeluarkan Kematangan Industri Perangkat Lunak
Indonesia (KIPI) versi 1.0, CMM versi Indonesia. Diharapkan dapat menjadi standar bagi
indonesia dalam meningkatkan process development software bagi perusahaanperusahaan
indonesia. Menurut Ketua Aspiluki Djarot Subiantoro, pertimbangan itu
diambil bersama Deperin karena untuk meraih sertifikasi CMM Internasional perusahaan
lokal perlu mengeluarkan biaya besar dan memakan waktu lama.
Sementara itu, kualitas dan ketersediaan infrastruktur untuk lingkungan bisnis
software masih di tingkat dasar. Saat ini secara nasional terdapat 250 perusahaan
pengembang software (ISV) di mana untuk merebut pasar yang lebih luas perlu mengadopsi standar CMM yang saat ini baru dimiliki empat perusahaan dan yang tertinggi baru pada tingkat III yang sertifikasinya diberikan organisasi yang diotorisasi
Software Engineer Institute, AS.D samping akses permodalan, salah satu tantangan ISV
saat ini adalah budaya kerja industri software lokal. Budaya yang ada masih seperti
perajin dibandingkan dengan industri, begitu diminta agar proses kerja konsisten mereka
harus memaksakan diri.Deperrin berencana membentuk lembaga sertifikasi dilevel
nasional untuk menjaga standar proses development dari ISV.
Secara umum, standar CMM tingkat II mempersyaratkan standar proses
pengembangan software, di tingkat berikutnya ISV disyaratkan kemampuan
melaksanakan proses atau prosedur secara konsisten. Di tingkat IV, ISV harus mampu
dalam pengembangan dan menggunakannya secara konsisten, baru di tingkat V, ISV
harus mampu meningkatkan kualitas dan kemampuan organisasi serta semua potensinya
Tingkat pendidikan berkorelasi pendidikan berkorelasi terhadap penghasilan.
Negara maju memiliki penduduk dengan taraf pendidikan yang lebih tinggi. Hanya saja
bukan berarti jika penduduknya berpendidikan tinggi kemudian negara tersebut menjadi
maju. Banyak tenaga ahli, seperti dokter, insinyur, dosen, ilmuwan, peneliti, dan teknisi
profesional, yang bermigrasi ke negara-negara Organization for Economic Cooperation
and Development (OECD), terutama Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Perancis, dan
Jerman. Dampaknya, tenaga ahli di dalam negeri akan sulit dicari. Perpindahan tenaga
ahli bidang IT ke negara maju yang memberikan dan menyediakan fasilitas lebih pada
tenaga ahli tersebut. Lebih senangnya para intelektual berkiprah di negara-negara maju
adalah fenomena klasik. Betapa banyak dosen dan peneliti yang disekolahkan
pemerintah, lebih memilih bekerja di negara tetangga atau negara tempat mereka pernah
bersekolah. Bahwa, lebih senangnya kaum cerdas ini di luar negeri adalah masalah
pendapatan dan penghargaan yang tak sebanding dengan yang mereka terima jika mereka
di luar negeri.
Taiwan menjadi contoh dari parahnya mereka mengalami brain drain, sekaligus
betapa suksesnya mereka menggaet para brain drainernya untuk kembali atau
berkontribusi positif terhadap negaranya. Tahun 1970-an, posisi Taiwan adalah layaknya
Indonesia saat ini. Saat itu, Taiwan adalah tipikal negara berkembang yang hanya bisa
menyuplai banyak tenaga kerja murah bagi negara maju. Hubungan dengan negaranegara
maju dalam ekonomi maupun Iptek selayaknya Indonesia sekarang. Bukan berdiri
sama tinggi ataupun duduk sama rendah.
Tenaga Kerja Indonesia dengan pendidikan yang rendah menjadi pahlawan
devisa. Indonesia dengan menyuply sedemikian banyaknya TKI ke negara-negara
tetangga dengan keahlian yang minim. Disaat yang sama, indonesia juag banyak
menyekolahkan anak-anak muda yang berbakat, entah oleh biaya sendiri ataupun oleh
negara dengan beasiswa, kemudian mereka menetap dan berkerja di negara mereka
sekolah.
Brain drain disatu sisi menguntungkan negara yang ditinggalkan, karena tenaga
ahli yang pindah negara tersebut bisa menambah penghasilan negara. Hanya saja jika kepindahan SDM itu untuk menetap dan tidak kembali, maka ini kerugian yan besar bagi
negara dengan membiarkan orang-orang yang talented tersebut berpindah. India pernah
mengalami hal yang serupa, hanya saja di tahun 1999 an, ada reverse drain brain. Orang
orang IT india yang bermigrasi kembali ke negaranya, mengembangkan usaha ISV dan
menerima project-project dari negara mereka bekerja sebelumnya sebagai project
outsource.
Jika dengan berpindahnya mereka menyebabkan kurangnya tenaga ahli di dalam
negeri, maka bisa menjadi ancaman bagi keadaan dalam negeri, karena perlu menyewa
konsultan dari luar negeri yang pasti jauh lebih mahal dibandingkan dengan menyewa
tenaga ahli dari dalam negeri.Kondisi ideal dari dunia infrastruktur informasi adalah
membuat dunia ini rata (the world is flat), dan hal ini belum dirasakan oleh Indonesia.
Tidak seperti India yang sudah terlebih dahulu membangun infrastruktur informasi.
Tantangan saat ini adalah bagaimana infrastruktur ini dapat dirasakan oleh sebagian besar
masyarakat dari ujung sabang hingga merauke. Dengan kebjikan desentralisasi
diharapkan pemerintah setempat dapat memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana
infrastruktur dibidang informasi untuk menumbuh kembangkan industri IT di tempatnya
masing-masing.
Perlu upaya sinergi yang dikoordinasikan oleh pemerintah pusat terkait dengan
proyek-proyek pemerintah yang dilakukan oleh pemerintah daerah, supaya tidak tumpang
tindih dengan pemerintah daerah lain. Pemerintah pusat dapat mengkoordinasikan
project-project supaya tidak tumpang tindih dan adapt menggunakan resource sharing.
Sehingga dana yang ada bisa digunakan untuk meningkatkan kemampuan infrastruktur
informasinya.Disamping infrastruktur juga masalah pendanaan. Bank bank indonesia
memandang industri software tidaklah bankable. industri perangkat lunak adalah industri
yang tidak pasti, sehingga untuk mendapatkan sumber pendanaan dari pihak bank bukan
hal yang mudah. Bagaimanapun pembiayaan terhadap startup company ataupun
perusahaan yang berencana untuk mengextend usahanya, adalah satu keharusan.
Jumlah ISV di indonesia adalah 250 dan akan meningkat dua kali diakhir tahun
2010. jumlah pengembang profesional di tahun 2004 adalah 56500 dan akan terus
meningkat mencapai 712600 di akhir tahun 2008. Total pengembang profesional dunia
sekitar 13,5 juta. Indonesia menyubang 0.5%, india 10,5% dan Amerika Serikat
menyumbang 18.9%. Region asia pasifik menyubang developer terbesar di dunia
(29.2%) di susul oleh region North Amerika 21.7%. 200 lebih komunitas yang
terkumpul karena kesamaan bahasa pemograman atau bidang software yang digarap.
Terbuka peluang untuk mengembangkan ISV baru dengan modal yang memadai.
Pembentukan Indonesia Go Open Source atau disingkat IGOS yang merupakan salah satu
repositori Open Source Software (OSS) Nasional adalah Kementerian Negara Riset dan
Teknologi bersama Departemen Komunikasi dan Informasi sebagai salah satu instansi
pemerintah pada tanggal 30 Juni 2004. Hal yang menarik banyak sistem komputer yang
berjalan, baik yang digunakan oleh pemerintah atau pun swasta, menggunakan sistem
solusi yang berasal dari open source yang mendapat dukugnan dari komunitas.
Kesimpulan
Perlu campur tangan pemerintah untuk meningkatkan daya saing ISV-ISV agar
bisa bersaing dengan ISV international dan mendorong ISV local memenuhi standar
internasional baik dari segi kematangan proses development (CMM , ISO 9001) ataupun
standart faktor dan kriteria produk (ISO 9126), juga memperbaiki infrastruktur informasi
agar sebagian besar wilayah Indonesia tercover. Memperbaiki kurikulum jurusan
komputer di bidang software engineering dengan menambahkan development standart,
certification, management dan marketing. Kemudahan mendapatkan allowance dari
perbankan. Mendukung program “Be Legal” dengan menggunakan software berlisensi
atau dengan mengunakan open source. KIPI sebagai CMM versi Indonesia diharapkan
mampu menjebatani ISV-ISV lokal dapat meningkatkan kualitas produk software dari
segi kematangan proses development. ISV yang sudah memiliki KIPI level tertentu
diharapkan mengambil sertifkasi CMM agar dapat bersaing secara global.


sumber


No comments: