Friday, October 16, 2009

Zero Defect - Philips Crosby

Philips Crosby merupakan seorang tokoh manajemen mutu berkebangsaan Amerika yang mempromosikan ungkapan “zero defect” dan “right first time” untuk pertama kalinya pada awal tahun 1970.

Menurut Crosby mutu itu merupakan sesuatu yang gratis. Caranya adalah melakukan tindakan pencegahan dengan melakukan segala sesuatunya dengan benar dari sejak awal, sehingga kesalahan, kegagalan, pemborosan, penundaan waktu, serta semua hal yang tidak bermutu lainnya dapat dihilangkan. Dengan adanya kemauan dari institusi, maka hal-hal tersebut merupakan hal dapat diwujudkan. Ide seperti itulah yang menjadi dasar pemikiran
“tanpa cacat” atau yang sering kali kita dengan dengan istilah “zero defect”.

Zero defect merupakan kontribusi pemikiran Crosby yang kontroversial mengenai mutu. Ide ini melibatkan penempatan sistem pada sebuah wilayah yang memastikan bahwa segala sesuatuya dikerjakan dengan benar dari sejak awal. Dalam konteks bisnis, Crosby berpendapat bahwa zero defect akan meningkatkan keuntungan dan penghematan biaya. Seperti “quality gurus” lainnya, Crosby telah berusaha keras menekankan bahwa “zero defect” merupakan sebuah hal yang mungkin untuk diwujudkan, walaupun memang sangat sulit.


Zero defect tidak mengartikan bahwa kesalahan tidak pernah terjadi, namun bertujuan untuk menekan dan meminimalkan jumlah cacat maupun kesalahan yang terjadi dalam
sebuah proses, dan melakukan segala sesuatunya dengan benar dari sejak awal. Tujuan utamanya adalah untuk menekan tingkat kecacatan
sampai dengan nol.

Setelah diterapkan di bidang dirgantara dan pertahanan, 30 tahun kemudian zero defects digunakan di dunia otomotif. Selama tahun 1990-an, perusahan besar otomotif mencoba memotong biaya produksi dengan mengurangi proses pemeriksaan dan meminta pemasok
untuk meningkatkan mutu dari barang pasokannya. Manfaat akhir dari semua itu adalah Zero Defects dan metode tersebut telah
diterapkan di seluruh dunia.”

Philip Crosby meyakini bahwa manajemen memegang peranan penting dalam pengendalian mutu, yaitu dengen berperan sebagai sebagai penanggung jawab utama dan para pekerja hanyalah mengikuti apa yang telah dicontohkan oleh manager mereka. Apabila terdapat kualitas produk yang jelek, maka para manajer-lah yang harus bertanggung jawab untuk melakukan evaluasi terhadap produk tersebut.
Crosby menggambarkan empat hal yang mutlak pada manajemen mutu yang lebih dikenal dengan The Four Absolutes of Quality Management
yang antara lain menekankan:
1. Mutu digambarkan sebagai kesesuaian dengan persyaratan,
bukan sebagai “kebaikan” atau “kerapihan”
Kesepakatan akan kebutuhan-kebutuhan ini berada diantara segala sesuatu yang terlibat dalam proses. Ini merupakan sebuah bagian penting dalam mempertahankan sebuah kualitas jasa. Ketika kebutuhankebutuhan
tersebut telah ditentukan secara jelas, proses untuk memeriksa apakah segala sesuatunya telah terpenuhi akan menjadi mungkin.
2. Sistem yang menghasilkan mutu adalah “pencegahan”, bukan “pemeriksaan”
Gagasan yang diberikan Crosby adalah dengan melakukan tindakan pencegahan, yaitu melakukan segala sesuatu dengan benar dan berkelanjutan dari sejak awal. Dengan demikian maka kesalahan,
kegagalan, pemborosan, dan pemborosan waktu serta semua hal yang tidak bermutu lainnya dapat dihilangkan jika ada kemauan dari institusi untuk mencapainya.
3. Zero defect merupakan standar mutu
Pada prinsip yang ketiga ini, Philip Crosby menegaskan bahwa standar kerja adalah “zero defect”, sesuatu yang sempurna tanpa cacat.
4. Pengukuran dari mutu adalah harga ketidaksesuaian dan bukan indeks.
Crosby menekankan bahwa ada harga yang harus dikeluarkan untuk setiap kesalahan yang terjadi. Harga tersebut diantaranya meliputi waktu pengecekan, pengerjaan ulang, material serta biaya pekerja yang terbuang sia-sia, pendapatan yang seharusnya dapat diterima dan biaya yang dikeluarkan karena kekecewaan yang dirasakan oleh konsumen. Selain itu, sering kali kesalahan yang terjadi juga mengakibatkan terjadinya penundaan waktu pada area kerja lain. Dalam industry jasa, Crosby memperkirakan bahwa biaya yang ditimbulkan dari kesalahan tersebut dapat mencapai 40% dari budget tahunan.

Crosby’s Fourteen steps
1. Management Commitment – inisiatif mutu haruslah diperlihatkan oleh top level manajemen, serta dikomunikasikan dalam sebuah kebijakan mutu yang singkat, jelas dan dapat dicapai.
2. The Quality Improvement Team - tim peningkatan kualitas memiliki tugas untuk mengatur serta mengarahkan program yang akan diimplementasikan melalui institusi, namun tugas untuk mengimplementasikanya merupakan tanggung jawab tim dalam masing-masing bagian.
3. Quality Measurement - pengukuran mutu diperlukan untuk mengukur ketidaksesuaian yang terjadi maupun yang akan terjadi dengan cara melakukan evaluasi dan perbaikan.
4. Cost Of Quality - biaya mutu terdiri dari biaya kesalahan, biaya kerja ulang, biaya pembongkaran, biaya inspeksi, dan biaya pemeriksaan.
5. Quality Awareness - merupakan langkah untuk menumbuhkan kesadaran akan setiap orang dalam institusi. Informasi mengenai program yang dilakukan untuk peningkatan kualitas haruslah dikomunikasikan.
6. Corrective Action - tindakan perbaikan dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah mutu yang terjadi. Untuk menentukan masalah mana yang harus ditangani terlebih dahulu, Crosby menganjurkan untuk menggunakan aturan Pareto. Masalah besar ditangani terlebih dahulu, baru kemudian diikuti dengan masalah-masalah lainnya.
7. Zero Defect Planning - merupakan salah satu cara untuk menyoroti proses peningkatan mutu. Program ini harus diperkenalkan dan dipimpin oleh quality improvement team yang juga bertanggung jawab terhadap implementasinya.
8. Supervisor Training - merupakan pelatihan yang diberikan agar para supervisor dapat memahami peranan mereka dalam proses peningkatan kualitas.
9. Zero Defect Day - ini merupakan kegiatan sehari penuh yang digunakan untuk memperkenalkan ide-ide tanpa cacat. Zero defect day juga merupakan bentuk komitmen manajemen terhadap metode tersebut.
10. Goal Setting - setelah diimplementasikan dibidang bisnis, langkah selanjutnya adalah mengajak karyawan dan atasan dibagian tersebut untuk menetapkan tujuan yang hendak dituju secara spesifik dan terukur.
11. Error Causal Removal - mendorong komunikasi karyawan dengan manajemen mengenai rintangan dan tantangan dalam membangun mutu.
12. Recognition - Crosby menyatakan akan pentingnya untuk memberikan apresiasi kepada mereka yang berpartisipasi dalam hal peningkatan mutu.
13. Quality Council - ini merupakan struktur institusional yang juga dianjurkan oleh Juran . Mengikut sertakan tenaga professional mutu untuk menentukan bagaimana masalah dapat ditangani dengan tepat dan baik adalah salah satu langkah penting. Bagian dari peran kualitas adalam mengawasi efektifitas program dan menjamin bahwa proses peningkatan tersebut terus menerus berlanjut.
14. Do It Over Again - program mutu merupakan proses yang dilakukan secara berkelanjutan tanpa akhir yang berarti memulai lagi dari awal dan lagi.